Minggu, 10 Oktober 2010

Siswa Teladan yang Butuh Kepedulian


Elisa Zelin Tampoi
Siswa Teladan yang Butuh Kepedulian

Elin dengan pialanya sebagai juara 1 MTQ tingkat Kabupaten
Bolaang Mongondow (bersatu) pada umumnya, Kotamobagu pada khususnya, sebenarnya punya segudang generasi muda yang handal. Di masa yang akan datang, merek ini yang akan menjadi tumpuan harapan dalam membangun daerah kita tercinta. Namun banyak juga yang ditundukan oleh keadaan sehingga mereka berhenti di tengah jalan. Kondisi ekonomi, ini momok yang sangat susah diatasi sendirian oleh generasi muda yang handal ini—dan karena ketidakmampuan mengatasi sehingga memaksa mereka untuk berhenti.
Kami cukup mengenal banyak kawan segenerasi yang mengalami hal ini. Dalam persaingan dari segi kecerdasan, mereka sesungguhnya lebih hebat dari kami. Mereka menjadi bintang sekolah sementara kami bukanlah apa-apa. Mereka bukan kami kalahkan, namun nasib yang mengalahkan mereka. Andai kami diberi fasilitas yang sama, kami yakin kami akan kalah.
Tentu saja kami tak bisa bersorak. Dalam perlombaan ini bukan kami yang menang dan mereka yang terhenti ditengah jalan adalah pihak yang kalah. Justru kita semua yang kalah, terutama daerah. Seharusnya mereka bisa memberi sumbangsi yang lebih pada daerah seandainya mereka tidak terhenti. Namun, sekarang mereka bukan apa-apa lagi sementara kami tak bisa memberikan lebih untuk daerah ini.
Terhentinya mereka yang berpikiran cemerlang membuat kita semua menderita kekalahan. Karena itu, ini tak boleh terulang pada generasi sekarang.
Elisa Zelin Tampoi adalah satu dari sedikit generasi muda yang handal dan bisa menjadi andalan di masa yang akan datang. Putri Poyowa Kecil kelahiran 5 Maret 1995 ini telah mengukir begitu banyak prestasi diusianya yang masih dini. Walau berasal dari keluarga yang sederhana namun juara sekolah selalu di tangannya. Saat menjadi siswa SDN 1 Poyowa Kecil, minimal dia juara 2. Selama 3 tahun di Madrasah Tsanawiyah (MTs) Kotamobagu, dia selalu mendapat juara pertama.  Saat inipun, ketika dia melanjutkan ke Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Kotamobagu, juara umum sudah digenggamannya.
“Insya Allah kalau Allah mengizinkan saya terus sekolah, saya akan berusaha mempertahankan dan meningkatkan nilai saya,” kata siswi kelas 2 jurusan IPA, MAN Kotamobagu ini.
Elin, demikian panggilannya, tak hanya bisa bersaing dengan kawan-kawannya melainkan telah banyak kali mewakili sekolah untuk bersaing ditingkat Kabupaten/Kota sampai Provinsi. Dan hasilnya luar biasa.
Pada bulan Juli 2008, bersama teman-temannya di MTsN Kotamobagu dia mendapat juara 2 Senam Santri pada Pekan Olahraga dan Seni antar Pondok Pesantren Daerah (Pospeda) tingkat Provinsi Sulawesi Utara. Pada bulan Agustus 2008 dia mendapatkan juara 1 dalam cabang fisika dan biologi di olimpiade Matematika, Fisika, Biologi (Mafikib) tingkat kabupaten Bolaang Mongondow. Pada olimpiader Mafikib tingkat Provinsi dia juga tetap mempertahankan juara 1 untuk cabang fisika dan biologi. Kemudian dia mengukiti lomba Siswa Teladan tingkat Provinsi di MAN Model Manado. Saat lomba MTQ, dia mendapat juara pertama untuk cabang Fahmi Quran (cerdas cermat al-Quran) tingkat Kabupaten Bolaang Mongondow dan juara 2 MTQ tingkat Provinsi Sulawesi Utara.
Generasi muda yang luar biasa. Sayangnya Elin tak tertunjang dengan kondisi ekonomi keluarga.
“Kami sesungguhnya sudah menyerah. Namun melihat prestasi dan keinginan anak, ya kami berusaha sebisa kami. Tapi kami berpesan padanya agar dia tidak iri melihat kawan-kawannya dan kalau kami memang sudah tidak mampu lagi maka sebaiknya dia berpikir yang arif dan bijaksana sehingga bisa menerima,” kata H. Paputungan, ibunda Elin.
Ayahanda Elin, M. S Tampoy, yang hanya buruh tani. Ibundanya hanya ibu rumah tangga. Keadaan ini memang tak cukup memberi fasilitas bagi pemenang berbagai lomba ini untuk dapat menggapai cita-citanya. Bahkan bisa saja keadaan mengharuskan dia berhenti di tengah jalan. Padahal, bagi anak muda secerdas Elin, 6 tahun adalah waktu yang lama untuk menggapai sarjana dihitung sejak dia kelas 2 sekarang. Dan kami meyakini dia akan menjadi sarjana yang mumpuni dan bisa mengabdikan diri pada negeri.
“Walau kekurangan namun aku ingin memperlihatkan apa yang mampu aku lakukan. Aku berharap dengan apa yang mampu kulakukan ini bisa membantuku menggapai cita-cita,” kata Elin.
Dia berencana, dengan berbagai prestasinya, dia akan mengurus berbagai beasiswa yang tersedia. Namun ternyata tidak mudah. Bahkan ada beberapa lomba yang diikutinya dan dia menangkan belum ada ditangan padahal itu merupakan bukti dari prestasinya.
“Bagi kami, sertifikat itu sangat penting karena merupakan bukti prestasi anak kami. Lagi pula, mungkin saja sertifikat itu bisa membantu sekolahnya. Namun ketika ditanyakan ke sekolah, katanya sertifikat itu masih di Depag dan akan diantar kalau sudah diberikan ke sekolah. Kami sungkan untuk terus menanyakan karena takut disangka tidak percaya pada sekolah. Mungkin bagaimana sebaiknya kami bersikap?” tanya Ibunda Elin.
Padanya, kami mengatakan semoga pihak terkait bisa memperhatikan setelah membaca tulisan ini karena kami tak bisa berbuat lebih selain menuliskan.
Agar tidak terganggu belajarnya, saat ini Elin tinggal di rumah kakak perempuannya yang baru bisa memberikan tempat baginya untuk belajar dengan tenang namun belum bisa memberikan bantuan lebih.
Elin terus berusaha membuktikan diri dengan mengukir prestasi sampai kondisi yang ada memang mengharuskan dia untuk berhenti berkarya. Pada titik ini, pada semangat yang terpancar dari jiwa muda ini, pada prestasi yang memang terbukti, pada kemungkinan semua ini akan sirnah karena kondisi ekonomi yang tak memberi kesempatan baginya, kami terpanggil.
Namun kami hanya mampu menuliskan. Pada pembaca dan pengambil kebijakan kami harapkan uluran tangan. Bukan sekadar untuk seorang Eliza Zelin Tampoy melainkan untuk menyelamatkan generasi muda potensial yang Insya Allah akan berguna di masa yang akan datang. Uluran tangan pada generasi muda seperti Elin Insya Allah merupakan investasi yang tidak akan merugikan.
Telah banyak sumberdaya manusia potensial yang terabaikan pada generasi terdahulu, termasuk teman-teman digenerasi kami. Saat ini mereka tak bisa memberikan lebih. Semoga pada generasi Zelin ini tidak terjadi. (Anuar Syukur)