GUYON ttg BOLSEL


Jalan Rusak dan Wanita Hamil

Baghi dan Boba jalan-jalan diseputar daerahnya. Akibat bencana masih terlihat. Sawah yang belum tergarap, juga kebun, jalan yang rusak, jembatan yang putus. Juga, nun jauh di atas sana terlihat angkuhnya hutan sang penyebab bencana.
“Kasiang ama torang pe daerah ini, kiapa so sama deng kobong bagini, bee?” kata Boba prihatin.
“Iyo, padahal torang baru talapas dari torang pe kakak di Bolmong sana. Kalu torang nimbole momandiri no dorang mokase gabung ulang deng torang pe kakak, bee,” sambut Baghi.
“Iyo, kalu bagini kasiang, tu doi yang pebanyak for pa torang ternyata nyanda’ mocukup. Sudajo ba piker momintahang, kang,” Boba sadar.
“Bagitu kua’ kalu jadi kita pe isteri, jangan salalu ba matre,” Baghi mengerling mesra ke Boba.
Di tengah jalan, keduanya bertemu dengan ibu hamil yang nampaknya akan ke Puskesmas. Walau tidak mencalonkan diri di 2009, tepatnya tak ingin melibatkan diri dalam politik namun Boba dan Baghi tetap menawarkan jasa.
“Ndak usah, Boba, Baghi. Biar kita bajalang jo,” tolak perempuan hamil itu.
“E, ama, Ngana pe puru so basar bagini kong ngana cuma mobajalang? Kalu dia pe isi motakaluar dijalang no bagimana?” Boba mendesakan jasa.
Akhirnya, dengan berat hati perempuan hamil itu naik ke mobil. Pada Baghi dan Boba perempuan hamil itu bilang bahwa usia kehamilannya baru tujuh bulan.
Tapi, sedang bercerita, ibu hamil itu tiba-tiba menjerit. Boba segera ke belakang, menenangkan sang ibu. Baghi melarikan mobil. Mobil itu seperti menantang gelombang yang tak kunjung usai namun Baghi tetap memacunya agar segera sampai di Puskesmas.
“Ibe, Ngana barenti dulu. Ini parampuang ama somo melahirkan,” teriak Boba.
Baghi menghentikan mobil. Boba sibuk dibelakang bersama perempuan hamil itu. “Ibe, ini yang kita tako akang nae di oto tadi. Kalu jalang bagini ama no yang bunting pasti capat momelahirkan,” kata perempuan itu disela napasnya yang bergemuruh.**