MENGENAL BOLAANG MONGONDOW


KEBUDAYAAN BOLAANG MONGONDOW

Diketik ulang dari : Bernard Ginupit, Kebudayaan Daerah Bolaang Mongondow, 1996




ASAL MULA NAMA BOLAANG MONGONDOW
Bolang Mongondow terdiri dari kata "bolaang" dan "mongondow". Bolaang atau golaang berarti : menjadi terang atau terbuka dan tidak gelap karena terlindung oleh pepohonan yang rimbun. Dalam hutan rimba, daun pohon rimbun, sehingga agak gelap. Bial ada bagian yang pohonnya agak renggang, sehingga seberkas sinar matahari dapat menembus kegelapan hutan, itulah yang dimaksud dengan no bolaang atau no golaang. Desa Bolaang terletak di tepi pantai utara Bolaang Mongondow yang pada abad 17 sampa akhir abad 19 menjadi tempat kedudukan istana raja. Bolaang dapat pula berasal dari kata "bolango" atau "balangon" yang berarti laut (ingat : Bolaang Uki dan Bolaang Itang yang juga terletak di tepi laut). Mongondow dari kata "momondow" yang berarti : berseru tanda kemenangan. Desa mongondow terletak sekitar 2 km selatan Kotamobagu. Daerah pedalaman biasa juga disebut : rata Mongondow. Dengan bersatunya seluruh kelompok masyarakat yang tersebar, baik yang yang berdiam di pesisir pantai, maupun yang berada di pedalaman Mongondow di bawah pemerintahan raja tadohe (Sadohe), maka daerah ini menjadi daerah Bolaang Mongondow.

LETAK GEOGRAFIS
Daerah Bolaang Mongondow terletak di jazirah utara pulau Sulawesi memanjang dari barat ke timur dan diapit oleh dua kabupaten lainnya, yaitu Gorontalo (sekarang sudah menjadi propinsi) dan Minahasa. Secara geografis daerah ini terletak antara 100,30" LU dan 0020" serta antara 16024'0" BT dan 17054'0" BT. Sebelah utara dibatasi laut sulawesi dan selatan dengan laut Maluku.
Bolaang Mongondow adalah sebuah daerah (landschap) yang berdiri sendiri dan memerintah sendiri dan masih merupakan daerah tertutup sapai dengan akhir abad 19. Hubungan dengan luar (asing) hanyalah hubungan dagang yang diadakan melalui kontrak dengan raja-raja yang memerintah pada saat itu. Dengan masuknya pengaruh pemerintahan bangsa asing (Belanda) pada sekitar tahun 1901, maka secara administrasi daerah ini termasuk Onderafdeling Bolaang Mongondow yang didalamnya termasuk landschap Binatuna, Bolaang Uki, Kaidipang besar dari Afdeling Manado. Batas pesisir dengan daerah Gorontalo oleh dua buah sungai, yaitu di utara sungai Andagile dan di selatan oleh sungai Taludaa. Dengan daerah Minahasa juga dua sungai yaitu di utara sungai Poigar dan di selatan oleh sungai Buyat. Medan yang terlebar jaraknya sekitar 66 km yaitu antara sungai Poigar dan tanjung Flesko. Yang tersempit yaitu antara desa Sauk di utara dan desa Popodu di selatan.

TINJAUAN BUDAYA DALAMA BERBAGAI ASPEK KEHIDUPAN MASYARAKAT
Asal Mula penduduk
Penduduk Bolaang Mongondow berasal dari keturunan Gumalangit dan Tendeduata serta Tumotoibokol dan Tumotoibokat. Tempat tinggal mereka di gunung Komasaan (wilayah Bintauna). Makin lama turunan kedua keluarga itu semakin banyak, sehingga mereka mulai menyebar ke timur di tudu in Lombagin, Buntalo, Pondoli', Ginolantungan. Ke pedalaman di tempat bernama tudu im Passi, tudu in Lolayan, tudu in Sia', tudu in Bumbungon, Mahag, Siniow dan lain-lain. Peristiwa perpindahan ini terjadi sekitar abad 8 dan 9. Pokok pencaharian adalah berburu, mengolah sagu hutan, atau mencari sejenis umbi hutan, menangkap ikan. Pada umumnya mereka belum mengenal cara bercocok tanam.

Pimpinan kelompok Masyarakat
Setiap kelompok keluarga dari satu keturunan dipimpin oleh seorang bogani, pria atau wanita, yang dipilih dari anggota kelompok dengan persyaratan tertentu, antara lain : memiliki kemampuan fisik, (kuat), berani, bijaksana, cerdas, serta mempunyai tanggung jawab terhadap kesejahteraan kelompok dan keselamatan dari gangguan musuh. Berlaku sistem demokrasi. Bogani-bogani itu didampingi oleh para tonawat, yaitu orang-orang yang mengetahui perbintangan, ahli penyakit dan pengobatannya, disamping bertugas sebagai penasehat pimpinan. Setiap pekerjaan diselesaikan bersama untuk kesejahteraan seluruh anggota kelompok (gotong royong). Sebelum memulaikan sesuatu pekerjaan besar, dimusyawarahkan untuk mencapai kesepakatan. Pada saat-saat tertentu seluruh pimpinan kelompok para bogani) berkumpul untuk musyawarah. Merka sudah mengenal Ompu Duata (Yang Maha Kuasa ), yang berkuasa atas segala sesuatu dan mengadakan upacara ritual sebelum mengerjakan pekerjaan besar. Pada setiap permulaan suatu usaha, kegiatan atau pada saat upacara pengobatan, selalu Mongompu', menyebut nama Ompu Duata agar usaha mereka berkenan dan dikabulkan oleh Yang Maha Kuasa. Berdasarkan kepercayaan mereka itu, maka pantang bagi setiap anggota masyarakat untuk melakukan hal-hal yang jahat, yang tidak berkenan kepada Ompu Duata. Juga mereka sudah memiliki semacam peraturan yang harus dipatuhi. Setiap pelanggar dikenakan sanksi antara lain dikucilkan atau disisihkan dari masyarakat.

Adat Perkawinan
Setiap rencana perkawinan diatur oleh orang tua. Anak masih patuh pada keinginan orang tua. Seorang pemuda yang sudah dewasa diberi bekal ketrampilan oleh orang tuanya, sebagai persiapan memasuki jenjang perkawinan, berupa ketrampilan mengolah sagu hutan, berburu, memasak garam (modapug), dan lain-lain. Bila sudah cukup persiapan, orang tua akan memberi tahu calon isteri dari keluarga tertentu. Diadakanlah musyawarah antara keluarga kedua belah pihak. Dan pada saat yang baik, calon suami disertai kaum keluarga membawa hasil-hasil olahan calon suami menuju ke rumah calon isteri. Perkawinan diresmikan dan direstui orang tua kedua belah pihak bersama sanak saudara, maka resmilah perkawinan itu.

Cara perkawinan sebelum Mokodoludut
Menurut Penuturan Bapak B. Gilalom dari desa Poyowa Besar, yang pada saat itu wawancara tgl 5 Pebruari 1977 telah berusia 75 tahun, bahwa sebelum Mokodoludut sebagai Tompunu'on pertama, maka kehidupan masyarakat masih sangat sederhana. Belum ada perbedaan tingkatan (kasten) atau golongan antara raja, keturunan raja (kohongian), simpal, nonow, tahig, yobuat, seperti yang diadakan pada masa raja Tadohe. Sistem perkawinan masih sangat sederhana, belum ada pembayaran maskawin (yoko' atau tali') oleh orang tua pihak lelaki kepada orang tua pihak wanita. Aabila seseorang pemuda yang sudah dewasa, dalam arti sudah cukup umur untuk memasuki jenjang perkawinan, maka orang tua, dalam hal ini ayah, ibu atau paman memberi petunjuk tentang apa yang akan dilakukan sebagai persiapan membentuk rumah tangga baru. Pada waktu itu belum dikenal istilah guman (meminang). Seorang pemuda yang hendak menikah, menyampaikan niatnya kepada orang tua, sekaligus memberi tahu gadis yang hendak di nikahinya. Maka orang tua memberi petunjuk dengan contoh sebagai berikut : " Ikolom I iko maya' monginkayu, yo kayu tatua in dikabi' dia'anmu kom baloi na'a, pobaya' bi' im baloi tatuata kong ginamu mako pobuloion (= besok kamu pergi meramu kayu api, kayu itu jangan kamu bawa ke rumah ini, bawa ke rumah dimana tujuan hatimu hendak menikahinya). Mo I baya' mangoy ki intatuata, ukatonmu monag ing kayu. Kayu ki inta tuata ing kinota'auanmudon kon tuata ing ko gadi' kom bobai, o aidanea I modungu' (= tiba disana kau letakkan kayu itu. Kayu itu seperti yang kamu ketahui, disana ada anak gadis, kerjaanya adalah memasak). Noponik monik ta tuata, iko in nodia kong kayu, imbalu'ondon ing guranga, I lolaki andeka bobai, yo baya'don ukat kon abu. Yo aka inabatan mangoi im bobai tatua niatonmu pobuloion, bo no ibog in sia no podungu', mangalenya no ibog in sia ko inimu. Tonga' bi' tua." (= setelah naik engkau membawa kayu api, disapa oleh orang tua laki-laki atau perempuan, letakkanlah didapur. Apabila disambut oleh gadis yang hendak kau nikahi, lalu ia suka menggunakan memasak, berarti ia telah menerima engkau. Hanya itu.
Na'a in no ibog in sia bo sinarimadon I ina'nya bo I ama'nya. Dapotea kai monia : polat bidon mogutun kita tou motolu adi'
(= sekarang ia suka dan telah diterima oleh ibunya dan ayahnya, selanjutnya mereka mengatakan : kita langsung tinggal bersama anak beranak). Setelah kedua anak muda itu tinggal bersama dan disahkan sebagai suami isteri baru, selanjutnya mereka akan mempersiapkan hal-hal yang diperlukan bagi kehidupan rumah tangga (mopoto olut). Kedua suami isteri yang baru itu pergi menyiapkan antara lain : monontandai (membuat buluh air), moponik ko mama'an (memanjat pinang), moponik kon obuyu' (memanjat sirih). Waktu petang mereka pulang, isteri berjalan di depan menyandang buluh air, suami berjalan di belakang memikul tandan pinang dan bungkusan sirih, karena sirih dan pinang itu akan di mamah oleh ayah dan ibu mertua. Pada hari-hari berikutnya, kedua suami isteri itu pergi momolit (menangkap ikan disungai dengan alat bobolit, yaitu anyaman bilah-bilah bambu), atau monikop (menangkap ikan di sungai). Bila ada hasilnya, dibawa ke rumah diletakkan didepan ayah dan ibu mertua. Beberapa hari kemudian mereka pergi mogibol (mengolah sagu hutan). Walaupun hasilnya hanya sedikit, tetapi harus dibawa pulang sebelum matahari terbenam. Karena bila dibawa pulang sesudah matahari terbenam, maka menurut kepercayaan, sejak saat itu dan seterusnya, hasil olahan sagu akan tetap tidak mencukupi. Juga menjadi kewajiban suami baru untuk pergi modapug, yaitu memasak garam di pantai. Mereka yang tinggal di pedalaman, tentu saja akan meninggalkan isteri dan orang tua. Walaupaun persediaan garam di rumah masih cukup. Tetapi si menantu mohon restu kedua orang tua (mertuanya) untuk pergi modapug. Maka yang harus dibawa pulang adalah : garam, ikan masak yang dimasukkan dalam kayad, yaitu ruas bambu yang ditutup dengan daun enau, serta kapur sirih. Disamping itu, juga membawa lokan laut yang kelak akan dibakar, bila persediaan kapur sirih sudah habis. Semuanya ini merupakan kesepakatan yang sudah ditetapkan bersama. Karena hasil-hasil olahan yang dibawa pulang itulah yang merupakan yoko' atau tali', semacam maskawin pada zaman lampau. Cara pembayaran maskawin dengan piring antik, kain antik (sikayu), dan sebagainya adalah pengaruh spanyol. Pendatang bangsa Spanyol waktu itu pernah membawa seorang pemuda penduduk asli yang kuat fisik, gagah berani dan perkasa bernama Antong, dikawinkan di Spanyol. Setelah ia kembali ke sini, mereka membayar Yoko', semacam pemberian berupa piring antik, sikayu dan lain-lain kepadanya.

Perkawinan sejak masa Tadohe
Setelah adanya pembagian tingkatan (kasten) oleh Tadohe (Sadohe), mulai ada pembayaran maskawin dengan nilai yang berbeda-beda menurut tingkatan golongan, yaitu : mododatu, kohongian, simpal, nonow, tahig, yobuat. Mula-mula masih ada persamaan bagi desa-desa, namun lama kelamaan terjadi perbedaan disesuaikan dengan kondisi dan situasi setempat melalui kesepakatan antara keluarga yang berniat mengawinkan anak. Tentang tinggi rendah atau besar kecilnya nilai yoko' ditetapkan menurut kesepakatan antara keluarga kedua belah pihak. Walaupun sudah ditetapkan dalam adat, tapi masih dapat dirubah menurut musyawarah dan mufakat, karena ketentuan dalam adatpun adalah hasil kesepakatan bersama antara pemerintah (kinalang) dan rakyat (paloko). Bila kesepakatan adat itu tidak dilaksanakan dengan sewajarnya, maka akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan sesuai odi-odi, yaitu semacam sumpah untuk mengkokohkan hasil kesepakatan bersama. Mereka yang tidak mematuhi ketentuan adat, akan mengalami hal-hal seperti antara lain : modara-darag na' kolawag (menjadi kuning seperti kunyit), tumonop na' lanag (meresap seperti air cucuran atap), rumondi' na'buing (menjadi hitam seperti arang), dan lain-lain.
Cara peminangan :
Apabila misalnya pemuda dari golongan simpal hendak meminang gadis kohongian (yang lebih tinggi tingkatannya), maka taba' yaitu telangkai, seorang yang mewakili keluarga pihak keluarga pihak pemuda untuk meminang, biasanya menggunakan bahasa kiasan, umpamanya : "Aka kuma bo ayu'on in indoi iput I mata kon tosingogon inta kodia-dia mangoi na'a yo tonga' mokisukur kon dega' oyu'on bi' in yindoi iput I mata" (= jika sekiranya ada pandangan penerimaan dengan ekor mata tentang ucapan yang hendak kami sampaikan ini, maka kami brsyukur atas penerimaan walaupun hanya dengan ekor mata). Peminangan biasanya disampaikan oleh seorang taba’ yaitu seorang yang diutus oleh keluarga pihak laki-laki. Setelah ada penerimaan oleh pihak keluarga wanita, maka keluarga pihak laki-laki bermusyawarah untuk lebih menguatkan kesungguhan peminangan, bahwa peminangan telah disampaikan dengan sungguh, bukan hanya dengan setengah hati. Maka keluarga pihak laki-laki bersama ayah dan ibu calon pengantin pria, menuju ke rumah pihak wanita, untuk memperjelas (mogintarang) dan membenarkan (mogintotu'u) tentang peminangan, bahwa peminangan sudah disampaikan berdasarkan kesepakatan seluruh anggota keluarga dari pihak laki-laki. Setelah mereka pulang karena sudah ada persetujuan dari keluarga pihak wanita, disampaikanlah rencana tersebut kepada guhanga in lipu' (orang tua kampung selaku pemangku adat). Ditetapkanlah waktu, kapan akan mengunjungi lagi keluarga pihak wanita bersama-sama dengan para guhanga. Cara menyamapaikan kepada guhanga in lipu' misalnya seperti berikut : "Barang nogama' don kon tala' na'anya, yo baeka bo de'emanbi' momali' kom bayag in singog, tonga' mobui pa bo maya' mongimbaloian kodia-dia don ing guhanga, simba niat ki inta na'a ing kombonu don in tota'au ing guhanga ." (= karena sudah menentukan suatu beban, maka walaupun belum menetapkan kesepakatan pembicaraan, namun alangkah baiknya bila kita bertandang lagi ke rumah pihak wanita bersma dengan orang-orang tua kampung, agar hal ini sudah sepengetahuan tua-tua kampung). Dari pihak wanita pun menyampaikan hal itu kepada guhanga tentang peminangan terhadap anak gadis mereka, bahwa pihak keluarga laki-laki sudah tiga kali berkunjung berkaitan dengan peminangan, yaitu :
1. Guman (meminang yang disampaikan oleh taba' dari pihak laki-laki)
2. Kunjungan orang tua pihak laki-laki untuk membenarkan (mogintotu'u) dan memperjelas   (mogintarang) tentang peminangan itu.
3. Kunjungan pihak laki-laki dengan membawa serta para guhanga agar rencana pernikahan sudah diketahui oleh orang tua kampung.
Ketiga fase ini sudah harus diketahui oleh para guhanga, walaupun belum disampaikan kepada pemerintah (sangadi atau bobato dengan perangkatnya), supaya bila guhanga melihat ada pemuda yang sering berkunjung ke rumah gadis yang bukan tunangannya, maka para guhanga berhak menegur dia dengan mengatakan : "Iko nion dongka langow mako im baloi monia tuata, sedang kinotota'auanmu kon ayu'on im paloma in tua kom baloi tatua" (= engkau ini seperti lalat yang selalu berkunjung ke rumah itu pada hal engkau tahu bahwa di rumah itu ada seekor merpati). Juga ada teguran oleh guhanga kepada oarang tua si pemuda, misalnya dengan mengatakan : "Bo moiko nion ing kogadi' lolaki yo dia' don ambe mopota'au mai kong guhanga lipu'." (= kamu ini mempunyai anak laki-laki tapi tidak memberi tahu kepada tua-tua kampung).
Setelah pertunangan antara pemuda dan gadis telah diketahui oleh para guhanga, maka dibicarakanlah waktu untuk menetapkan kepastian pembicaraan (mopokobayag kon singog). Dalam hal ini para guhanga hanya menjadi saksi. Bila sudah ada kesepakatan tentang waktu pelaksanaan pernikahan antara kedua pihak, disaksikan oleh guhanga dan disampaikan kepada pemerintah, maka diumumkanlah kepada masyarakat bahwa : lelaki bernama … anak dari si … telah menyampaikan rencana menikah engan gadis bernama si … anak dari si … dan sudah ada persetujuan dari kedua belah pihak.
Kemudian masih diadakan pertemuan untuk menetapkan besar kecil atau tinggi rendahnya yoko' secara keseluruhan dengan perincian besarnya yoko' tiap fase. Bila si gadis pernah inimontoi kon takit, dalam arti pernah mengalami upacara inisiasi (ponondeaga'an), nokiaimbu, yaitu upacara adat bagi gadis yang dipingit karena inisiasi, ile'adan (perataan gigi) dan ilamba'an (dihiasi) saat aimbu, maka dalam yoko' tadi, ada perincian fase-fase pelaksanaan imontoi (perawatan) dan sebagainya.
Beberapa fase yang dilalui antara lain :
bullet
Guman , yaitu peminangan yang dilakukan oleh taba'.
bullet
Pu'at in lamba', yaitu mengeluarkan hiasan waktu aimbu.
bullet
Gu'at, yaitu pemisahan anak dari orang tua.
bullet
Le'ad, yaitu acara perataan gigi.
bullet
Gama', yaitu penjemputan pengantin wanita oleh keluarga pihak pengantin pria, sehari sesudah pesta pernikahan.
Untuk setiap fase yang dilalui ini, ditetapkan yoko' sendiri-sendiri, kemudian ditambah dengan yoko' moloben (maskawin).
Dalam era pembangunan dan pesatnya pertumbuhan ilmu pengetahuan dan teknologi ini, perincian –perincian seperti di atas ini mulai dihilangkan dan disepakati untuk menetapkan besarnya yoko' sesuai kemampuan pihak keluarga laki-laki yang disetujui pihak wanita, disaksikan oleh guhanga dan direstui oleh pemerintah.
Untuk setiap tingkatan golongan, besarnya yoko' moloben telah ditetapkan, misalnya untuk kohongian sebesar 200 real. Dalam nilai 200 real itu, tidak hanya didasarkan pada satu jenis bahan, tetapi ditetapkan 50 real uang tunai, sedangkan 150 real adalah yoko' dalam bentuk barang (natura). Hal inipun ditetapkan sesuai persetujuan kedua belah pihak, misalnya : pindan in talong, pindan mo alus, (dua jenis piring antik), sikayu (kain antik). Harga sikayu waktu itu berbeda-beda, ada yang 30 real, 20 real, 10 real, 5 real sampai 3 real. Dari setiap jenis diambil, hingga genap bernilai 150 real.
Dimulai dengan yoko' untuk guman (peminangan) sebesar 10 real yang dibayar dengan benda. Dari pihak wanita, ada yang disebut : abat ing guman (jawaban atas peminangan). Abat ing guman ini diberikan kepada seorang gadis yang duduk di kursi, memakai selubung lalu menerima abat ing guman sebesar 16 real. Bila si gadis noki imontoi sebelum atau sesudah peminangan, maka seluruh biaya imontoi ditanggung oleh pihak laki-laki. Inipun atas kesepakatan kedua pihak sesuai keikhlasan. Karena dalam imontoi ini ada : le'ad, posiugan le'adan (tidur saat perataan gigi), pobangonan (bangun sesudah perataan gigi), poponungkulan im batu pole'adan (pemasangan batu perataan gigi), maka semua biaya disesuaikan dengan kesepakatan bersama.
Tadi dikatakan ada : pu'at in lamba' (mengeluarkan hiasan). Pu'at in lamba' ini diadakan bila si gadis dihiasi selama pelaksanaan aimbu. Aimbu adalah suatu acara yang diadakan beberapa malam berturut, diisi dengan kesenian berupa lagu-lagu semalam suntuk. Biasanya lagu-lagu itu dinyanyikan oleh orang-orang tua pria, sambil berjalan berduyun dalam suatu formasi tertentu. Lagu-lagu yang dinyanyikan antara lain : totampit, odenon, tangkil, buyak, dan lain-lain. Sastra lagu biasanya mengandung humor, sehingga orang yang turut menyaksikan tidak mengantuk. Aimbu itu diadakan dalam kaitannya dengan upacara inisiasi, yaitu ponondeaga'an, peralihan status gadis dari remaja ke gadis dewasa sebagai persiapan memasuki jenjang perkawinan. Si gadis biasanya dipingit, ditempatkan di anjungan (popintuan). Bila hendak ke dahajat, si gadis tidak boleh berjalan kaki, harus digendong oleh pemuda-pemuda yang telah ditetapkan. Biaya pu'at in lamba' dibayar sekaligus dengan yoko' moloben (maskawin). Pada saat dipingit, si gadis memakai siripu, yaitu alas kaki dari kayu yang berbunyi pada waktu berjalan. Biaya pu'at in siripu (membuka alas kaki) juga menjadi beban pihak lelaki. Sesudah menikah, maka masih ada lagi syarat yang disebut : longkut in sole (membuka kutang). Semua itu merupakan tambahan biaya. Namun semuanya tergantung pada kesepakatan kedua pihak.
Sehari sesudah pernikahan, diadakanlah acara gama'. Pengantin wanita dijemput oleh keluarga pihak laki-laki, dibawa ke rumah pengantin laki-laki. Biasanya sebelum pengantin wanita turun dari rumahnya, ia diberi petunjuk oleh beberapa orang tua dengan mengatakan, bahwa selama dalam perjalanan menuju ke rumah keluarga laki-laki, ia harus mongula. Mongula adalah berhenti pada tempat-tempat tertentu. Pada waktu ia berhenti, maka keluarga pihak laki-laki akan mengatakan sesuatu pemberian kepada pengantin itu agar ia mau melanjutkan perjalanan. Pemberian itu berupa : pohon kelapa, rumpun bambu, rumpun rumbia, pohon sagu dan sebagainya. Pemberian itu menjadi milik suami isteri yang baru. Tiba di rumah keluarga laki-laki, pengantin dijemput oleh keluarga. Disuguhi sirih pinang, diberi makan pisang bakar atau lain-lain makanan, seanggota keluarga pihak laki-laki dan bahwa pernikahan itu telah direstui oleh seluruh anggota keluarga. Pada petang hari, pengantin wanita dibawa lagi ke rumahnya. Kaum keluarga pihak laki-laki akan menghantarnya. Pada saat itu, semua kebutuhan rumah tangga baru dibawa serta, seperti : kasur, bantal, tikar, tempat pakaian, alat-alat masak, alat-alat makan, perabot rumah tangga, bahan makanan (beras, sagu, jagung), dan sebagainya.
Dalam acara pernikahan ini sudah ada unsur keagamaan. Pada saat pengantin pria dituntun oleh pimpinan agama untuk menjemput pengantin wanita yang ada di kamar tidur, maka pintu masuk kamar di halangi oleh beberapa gadis remaja. Keluarga pihak laki-laki biasanya menghamburkan uang logam di depan pintu masuk. Pada saat gadis-gadis remaja penjaga pintu memungut uang, kesempatan bagi pengantin pria masuk menjemput pengantin wanita.

Perkawinan Anggota Masyarakat Biasa
Kalau yang menikah itu seorang pemuda petani, maka sesudah bebrapa hari selesai pesta nikah, ia dibawa oleh mertua laki-laki atau oleh ipar laki-laki yang lebih tua ke tempat pengolahan sagu sebagai ukud (syarat) mencari nafkah. Hal ini hanya merupakan syarat, karena sagu memang sudah disediakan. Di tempat pengolahan sagu, mereka hanya minum sebelum pulang. Pada saat itu ada semacam nasehat yang disampaikan oleh orang-orang tua : "Aka ko ukur kon adi', yo na'ai tonga' baya'an poiguman, koito' yo koito' don im batangan, tagin yo tagindon im batangan, simba dia' mo I biasa tonga' baya'an poiguman sin moko oya'." (= bila ada rezeki mendapat anak, jangan hanya pergi minta-minta, sagu sebaiknya sagu sendiri, pisang sebaiknya pisang sendiri, agar tidak terbiasa hanya pergi minta-minta karena memalukan).
Pernikahan antara pemuda dan gadis dari masyarakat biasa, biasanya diadakan tali' yang berlaku pada masa dahulu kala. Pengantin tidak duduk di pelaminan (puadai), tempat tidur hanya kolosong, yaitu kasur yang dijahit biasa, tidak bersusun, jadi bukan bolosak (kasur bersusun). Sanggul pengantin wanita tidak dihiasi sunting, hanya sanggul biasa. Pengantin pria tidak memakai baju pasere (celana dan baju sama warna). Dalam hal ini, acara gama' tetap dilaksanakan. Kedua pengantin diberi nasehat oleh orang-orang tua, para guhanga dan bobato.
Apabila perkawinan terjadi karena si gadis dibawa lari oleh pemuda, maka ini merupakan perbuatan yang tidak dikehendaki oleh masyarakat, guhanga dan pemerintah. Perkawinan seperti ini disebut : buloi tangag (kawin lari). Sebab itu yang bersalah harus dihukum dengan denda mogompat kon lipu', yaitu membayar denda kepada kampung yang diterima oleh guhanga, sebagai penghapus aib.
Perkawinan Antar Golongan Simpal
Bila yang menikah pemuda dan gadis dari golongan Simpal, maka sesuai adat, yoko' yang dibayar sebesar 150 real, dngan ketentuan 50 real uang tunai, 100 real nilai benda seperti : sikayu, pindan, loyang, tampelan. Ini tidak mutlak, karena ada juga yang mengganti dengan tanah, entah tanah itu datar atau tanah pegunungan. Nilai tanah datar dan pegunungan juga ada perbedaan. Ada juga yang menggantinya dengan tanaman tahunan, seperti : pohon kelapa, rumpun bambu, rumpun rumbia atau pohon sagu.
Beberapa ketentuan dalam perkawinan

Pemutusan hubungan kekeluargaan : (momontow kom bui'an).
Perkawinan antara pria dan wanita yang masih terikat hubungan darah,dilarang,misalnya antara : kakak laki-laki dan adik perempuan, antara saudara satu susu (tongotete'an), antara ipar laki-laki dan perempuan, antara paman dan kemanakan, antara saudara sepupu atau yang cucu bersaudara. Bila terjadi sesuatu sebab antara mereka yang termasuk larangan kawin, misalnya si wanita telah terlanjur hamil, sedangkan mereka berasal dari satu darah, maka dapatlah diadakan peminangan, sesudah diadakan suatu upacara adat, yaitu : pemutusan hubungan kekeluargaan (momontow kom bui'an). Caranya adalah : menyembelih beberapa ekor hewan, ayam putih, kambing, untuk persembahan, yang darahnya digosokkan pada tangga sigi (podugu') dan pada kaki calon suami isteri. Dagingnya dimasak untuk diberikan kepada kepala desa dan guhanga, terutama kepada orang tua yang akan menerima maskawin. Upacara adat berakhir pada saat pemecahan sebuah piring yang dipegang oleh calon suami isteri, yang dilakukan oleh guhanga. Upacara memutuskan hubungan kekeluargaan ini diadaakan agar tidak terjadi tomba' (bencana alam) atau malapetaka lainnya.
Perkawinan juga dilarang antara mereka yang berbeda agama. Dalam buku undang-undang Bolaang Mongondow artikel 35, dilarang perkawinan antara wanita Bolaang Mongondow dengan pemuda asing. Bila terjadi pelanggaran, maka orang tua pihak wanita dikenakan denda. Juga kepala desa sebagai "pengawas" desa dikenakan denda.
Perlu juga diinformasikan, bahwa sesuai penuturan pernah berlaku suatu kebiasaan di desa Motoboi Besar, tentang suami isteri baru. Konon, pada malam pertama, pengantin wanita tidak tidur di dalam kamar pengantin, tetapi ia tidur ditengah ayah dan ibunya atau bersama saudara perempuannya yang lain. Menjadilah kewajiban si suami untuk pada tengah malam mengangkat isterinya untuk dibawa ke kamar pengantin. Pernah terjadi, pengantin wanita mengikat rambutnya dengan rambut ibunya. Ketika suaminya mengangkat dia, ibu yang sednag nyenyak terkejut bangun karena rambutnya tertarik oleh rambut anaknya yang pengantin itu.
Tagu'
Bila seorang pemuda telah resmi bertunangan dengan seorang gadis, maka untuk lebih menguatkan janji itu, keluarga pihak laki-laki menyampaikan suatu tanda baerupa benda yangd isebut : tagu', sebagai tanda pertunangan (kokantangan) yang telah dikuatkan oleh hukum.
Dahulu tagu' merupakan alat pengikat menurut kepercayaan lama (magis), sehingga pemutusan hubungan oleh satu pihak, akan menimbulkan bahaya besar. Kemudian tagu' itu berarti : tanda bahwa pertunangan telah diresmikan. Tagu' ini boleh terdiri dari : sising (cincin), bolusu (gelang lokan), bobol (manik-manik), karabu (subang); bagi rakyat biasa, tagu' boleh terdiri dari pakaian (kain, celana,baju) dan lain-lain.
Sesudah diadakan tagu' maka apabila tanpa sesuatu sebab pihak wnaita memutuskan hubungan, keluarganya harus mengembalikan tagu' dan semua biaya yang sudah diberikan oleh pihak laki-laki, serta membayar denda yang dipertanggung-jawabkan melalui nilai tagu'. Bila pihak laki-laki yang memutuskan hubungan maka disamping ia akan kehilangan tagu' dan biaya-biaya yang sudah diberikan, ditambah lagi dengan denda yang besarnya telah ditetapkan. Nilai denda akan lebih tinggi, bila pihak wanita berasal dari golongan yang lebih tinggi.

Pertunangan anak-anak (poyokantanagan)
Dahulu biasanya ada orang tua yang bersepakat untuk mempertunangkan anak-anak mereka, walaupun anak-anak itu belum remaja. Mempertunagkan anak-anak seperti ini, disebut : mopoyokantang atau poyokantangan. Bila cara seperti ini terjadi, amak orang tua pihak laki-laki harus turut memikul biaya-biaya pemeliharaan, terutama biaya untuk pakaian bagi wanita. Kedua belah pihak menyepakati untuk kelak mengikat kedua anak mereka dalam hubungan pertunangan (kokantangan) secara resmi. Bila kemudian hubungan ini tidak menjadi kenyataan, maka atas kesepakatan bersama pula, agar hal ini tidak menimbulkan beban dari salahsatu pihak. Namun sering pula terjadi, bahwa pihak yang dikecewakan akan mendapat pemberian sedikit sebagai tanda pengobat hati yang luka.

Iba
Dalam kokantangan yang telah direstui oleh orang tua kedua belah pihak, maka pihak laki-laki juga sering memberikan iba kepada pihak wanita, berupa : bahan makanan, uang tunai, pakaian dan sebagainya. Bila kemudian perkawinan terjadi, maka nilai iba tidak diperhitungkan dengan maskawin.

Tali'
Pembayaran maskawin dilaksanakan pada saat pernikahan. Adapula kesepakatan bahwa pembayaran maskawin dapat ditangguhkan. Pembayarannya diadakan nanti sesudah terjadi pemutusan ikatan perkawinan, baik dalam keadaaan hidup atau meninggal. Bila pada saat meninggalnya si isteri, pihak laki-laki belum sempat membayar maskawin, si suami dapat dibebaskan dari pembayaran maskawin, namun ia harus menanggung biaya pemakaman dan biaya kenduri (monusa).
Adapun maskawin itu tidak dibayar, apabila :
1. Si isteri kawin tanpa sepengetahuan dan tanpa persetujuan orang tua kedua pihak.
2. Si isteri sudah mengandung sebelum nikah.
3. Si pria orang miskin, sedangkan mertuanya menghendakinya.
4. Pria dari kaum bangsawan kawin dengan wanita dari tingkatan yang lebih rendah (momahag = selir)

Dalam perkawinan pria dan wanita beragama Islam, disamping maskawin, juga ada dati atau mahar yang diberikan oleh pihak laki-laki kepada pengantin wanita. Tentang besarnya dati, biasanya dibicarakan bersamaan dengan penetapan besar kecilnya maskwin.
Menurut suatu peraturan (putusan dan perbuatan dari pemerintah Kerajaan Bolaang Mongondow, Bintauna, kaidipang besar dan Bolaang Uki tgl. Kotamobagu 19 Agustus 1924 No.43), calon-calon suami isteri beragama Kristen yang menghendaki perkawinan secara gereja terlebih dahulu menyampaikan keinginan mereka kepada raja. Bila tempat kedudukan raja jauh, boleh pergi kepada kepala distrik. Apabila rumah tangga yang baru belum memiliki rumah sendiri, sednagkan maskawin sudah dibayar, mereka boleh tinggal di rumah orang tua laki-laki. Pada suatu hari yang sudah ditentukan sesudah perkawinan, si isteri di jemput oleh keluarga pihak laki-laki yang disebut gama'.

Harta milik bersama
Harta benda milik suami atau isteri yang dibawa masing-masing pada saat menikah, atau harta benda salah seorang yang diperoleh dari warisan atau pemberian, akan tetap menjadi milik sendiri-sendiri, bila terjadi perceraian antara keduanya. Harta benda yang rusak atau hilang selama perkawinan menjadi tanggungan bersama (poyogaluman).

Perceraian
1. perceraian atau pemutusan ikatan perkawinan disesuaikan dengan kesepakatan kedua pihak.
2. Sesuai dengan kehendak suami, bila si suami meninggalkan isterinya dan menolak tikar atau bantal yang dikirim oleh isteri kepadanya sesudah beberapa waktu.
3. Menurut kehendak isteri, bila si isteri pergi kepada keluarganya dan tidak mau menerima kain yang dikirim oleh suami kepadanya.

Pada pemutusan ikatan perkawinan dengan persetujuan kedua pihak, maka harta benda yang diperoleh bersama oleh suami isteri, sering dibagi sama. Namun bila pemutusan ikatan perkawinan itu disebabkan oleh salah satu dari keduanya, amak si yang bersalah akan kehilangan hak bagiannya. Apabila si isteri yang bersalah, maka ia harus mengembalikan maskawin bila sudah dibayarkan saat pernikahan. Bila maskawin belum dibayarkan, maka keluarganya akan membayar denda.
Si isteri dinyatakan bersalah :
1. Apabila ia berzinah (nokitualing).
2. Apabila ia mencaci mertuanya, nunuton (mertua laki) atau guya' (mertua perempuan).
3. Apabila ia meninggalkan tempat kediamannya.

Anak-anak
Sesudah perceraian, anak-anak biasanya tinggal bersma ibunya. Tapi bila mereka mengetahui sebab-sebab perceraian, amak mereka dapat memilih kepada siapa mereka ingin tinggal.
Perceraian antara suami isteri yang beragama Kristen, harus diputuskan melalui pengadilan.
Dalam hal perpisahan karena suami meninggal, maka isteri yang ditinggalkan belum boleh menikah lagi, sebelum diadakan kendurian (monusa). Selama masa kematian, si isteri mendapat dari keluarga suami apa yang disebut : pinobaluan (tanda berduka cita). Dalam agama Islam masa penantian itu disebut : idah.

Hak warisan
Bila seseorang meninggal, meninggalkan anak atau anak-anak, maka harta milik orang yang meninggal dan bagian dari perolehan bersama, diwariskan kepada anak atau anak-anak. Bila anak belum dewasa, maka warisan itu masih tetap dipegang oleh suami atau isteri yang masih hidup.
Dalam hal suami isteri tidak mempunyai anak, bila suami yang meninggal sedangkan maskawin sudah dibayar, maka harta milik bersama separuh untuk si isteri dan separuh untuk keluarga pihak suami. Bila belum dibayarkan maskawin karena pihak laki-laki tidak menghendaki perkawinan ini, maka seluruh harta peninggalan menjadi milik si isteri. Menurut "peraturan pemerintah Bersama tgl. 19 Agustus 1924 No.43, bahwa bila nilai harta milik yang diwariskan lebih besar dari 100 gulden (rupiah Belanda), maka pembagian warisan harus diputuskan melalui "Majelis Kecil" yang ditunjuk oleh pemerintah.

KEADAAN SAMPAI DENGAN ZAMAN PENJAJAHAN
Pengaruh luar
Pengaruh luar mulai terasa dengan kedatangan bangsa asing seperti Spanyol, Portugis, Tiongkok, Inggeris, Belanda dan lain-lain dengan maksud untuk berdagang. Anggota masyarakat terutama yang bertempat tinggal di pesisir pantai mulai mengenal dagang dalam arti tukar menukar benda dengan benda, seperti : tembikar, kain laka, sikayu, benda logam tembaga, topi besi, mata tombak dan lain-lainditukar dengan hasil hutan dan hasil tambang seperti : damar, rotan, emas dan sebagainya. Suatu dongeng yang dikenal oleh masyarakat sampai kepada anak-anak tentang pendatang bermata sipit bernama Pak Hong yang tinggal dalam sebuah lubang di pesisir selatan. Pak Hong-lah yang membawa piring tembikar dan alat-alat lain yang ditukar dengan emas oleh anggota masyarakat. Anggapan ornag bahwa Pak Hong datang dari dunia di bawah bumi melalui sebuah lubang, sebenarnya adalah gua tempat Pak Hong menyimpan barang tembikar.
Lahirnya Punu’ Molantud
Bogani suami isteri Kueno dan Obayow dalam usaha mereka pergi menangkap ikan di sungai, tidak berhasil. Namun mereka senag juga, setelah mereka memungut sebutir telur di atas kapar (timbunan ranting-ranting kayu) yang sedang hanyut di sungai. Secara kebetulan mereka melihat seekor burung duduk yang baru saja terbang dari kapar itu, sehingga mereka menganggap bahwa telur itu adalah telur burung yang baru saja terbang. Benda yang dianggap telur itu, ternyata adalah kantung bayi yang lahir masih terbungkus dari rahim ibunya. Karena kelahiran itu dianggap aneh, maka kantung itu diletakkan oleh orang tuanya di atas kapar yang sedang hanyut di sungai. Yang kemudian dipungut oleh Kueno dan Obayow. Oleh karena anak yang lahir itu dianggap menetas dari telur burung, maka para bogani, pimpinan seluruh kelompok masyarakat bersepakat untuk mengangkat anak itu menjadi Punu’ Molantud, yaitu pimpinan tertinggi atas seluruh kelompok masyarakat yang tersebar di daerah Bolaang Mongondow. Anak itu diberi nama Mokodoludut, yang berarti menyebabkan bunyi banyak kaki yang berjalan (nodoludut = bunyi gaduh kaki banyak yang berjalan). Banyak orang yang datang melihat bayi yang lahir luar biasa itu, telah turun hujan lebat disertai bunyi guntur sambung menyambung dan halilintar sambar menyambar.
Sebagai catatan perlu diinformasikan bahwa pemberian nama kepada bayi pada masa dahulu, disesuaikan dengan situasi atau peristiwa terjadi bertepatan dengan kelahiran bayi itu, karena penduduk belum mengenal huruf, sehigga belum ada pencatatan tanggal kelahiran. Anak yang lahir bertepatan dengan suatu peristiwa besar diberi nama Ododai = bersamaan. Anak yang sakit-sakitan sejak lahir diberi nama : Ki Napi’I = sakit-sakitan. Yang bertubuh kecil diberi nama : Kandeleng = si kecil; yang lahir ketika salah seorang dari orang tuanya meninggal, diberi nama : sinala’an = ditinggalkan. Nama benda, tumbuhan, hari, hewan dan sebagainya juga dipakai untuk memberi nama bayi, misalnya : Kompe’ = bakul; Kobisi’ = bakul besar; Apat = bengkalai; Longgai = kapar; Uoi = rotan; Boyod = tikus; Bonok = rumput.
Mokodoludut
adalah punu’ Molantud yang diangkat berdasar kesepakatan seluruh bogani. Dalam sejarah pemerintahan di Bolaang Mongondow, Mokodoludut tercatat sebagai raja (datu yang pertama di Bolaang Mongondow, walaupun penggunaan istilah datu atau raja mulai dikenal sejak raja Tadohe (Sadohe) yang memerintah pada tahun 1602 karena pengaruh istilah luar, ratu, datu atau latu, yang berarti raja.
Sebelum Tadohe, setiap pimpinan tertinggi pemerintahan yang diangkat dari keturunan Mokodoludut selalu digelar Punu’ Molantud atau Tule Molantud atau Tomunu’on. Sejak Mokodoludut memerintah, masyarakat mulai mengenal kesenian antara lain seni sastra, yaitu itu-itum, semacam do’a yang diucapkan misalnya pada pelantikan Punu’ Molantud atau pejabat tinggi lainnya. Juga Odi-odi, semacam sumpah, serta jenis vokal antara lain totampit, yaitu sastra bermelodi yang dilagukan oleh para bogani atau oleh penduduk yang pergi ke rantau memasak garam, ke hutan mencari damar dan lain-lain, karena mereka harus menempuh karak jauh dengan berjalan kaki.
Salahsatu sastra lagu aimbu yang dinyanyikan oleh orang tua angkat Mokodoludut, yaitu Kueno dan Obayow adalah :
Ki Inalie no puyut = Inalie yang memungut
Ki Amalie notompunuk = Amalie yang memangku
Notakoi kon loto lanut = dimasukkan dalam lanut
Pitu no singgai no uput = tujuh hari genap
Dinongog mai nogolotup = terdengar bunyi meletus
Sinarap bo sinondudut = dilihat dan diteliti
Na’anta umatbi’ alus = ternyata mahluk halus
Nobiag moyutu-yutuk = hidup tubuhnya kurus
A mongula mokitayuk = ingin diobati (monayuk)
Moki aimbu no uput = dengan cara aimbu lengkap
Na’a bo inaidan no uput = kini selesai dikerjakan
Tangoimu ing ki Mokodoludut = namamu adalah Mokodoludut.

Tadohe menjadi Datu ke-8
Sejak Tompunu’on pertama sampai ke-7, yaitu Mokodoludut, Yayubangkai, Damopolii (Kinalang), Busisi, Sugeha, Mokodompit, Mokoagow, keadaan masyarakat Bolaang Mongondow semakin maju dengan adanya pengaruh luar, walaupun hubungan dengan bangsa asing itu barulah hubungan perdagangan (tukar menukar benda). Perubahan total mulai terlihat sejak Tadohe, putra Mokoagow mulai menjadi Tompunu’on yang oleh pengaruh pedagang Belanda dirubah istilah Tompunu’on menjadi Datu (Raja). Tadohe dikenal seorang Datu yang cakap, sehingga pada saat pemerintahannya, terjadi perubahan dalam susunan pemerintahan dan kemasyarakatan. Tadohe berhasil mempersatukan seluruh rakyat yang hidup berkelompok dengan boganinya masing-masing, mengadakan musyawarah di tempat kediamannya di tudu im bakid, sekitar dua kilo meter di utara Kotamobagu sekarang. Dibentuk sistem pemerintahan baru. Hubungan antara kelompok masyarakat diperbaiki dengan membuka jalan. Duku atau pedukuhan, desa muali diatur. Seluruh kelompok keluarga dari Bolaang, Mongondow (Passi dan Lolayan), Kotabunan, Dumoga, disatukan menjadi Bolaang Mongondow. Mereka mulai mengenai mata uang real, doit, sebagai alat perdagangan. Pimpinan desa dipilih oleh rakyat. Mulailah diatur sistem bercocok tanam dengan mulai dikenalnya padi, jagung dan kelapa yang dibawa oleh bangsa Spanyol pada masa pemerintahan Mokoagow, ayah Tadohe. Tadohe mengadakan penggolongan dalam masyarakat, yaitu pemerintahan (Kinalang) dan rakyat (paloko’). Paloko’ harus patuh dan menunjang tugas Kinalang, sedangkan Kinalang mengangkat tingkat penghidupan Paloko’ melalui pembangunan disegala bidang.
Setiap desa ditandai dengan adanya sigi, yaitu semacam kuil tempat penyembahan kepada Ompu Duata (Yang Maha Kuasa). Didalam sigi dapat disimpan piring tua atau benda antik lainnya yang berasal dari para leluhur. Pada waktu monibi (upacara pengobatan desa, penyembahan kepada roh leluhur atau pengorbanan), seluruh anggota masyarakat turut serta, dengan mengorbankan babi, kambing betina dan ayam yang darahnya dipercikkan kepada tangga sigi. Sigi juga merupakan tempat penghapusan dosa atau kesalahan bagi pesakitan, bagi pelanggar adat tertentu, sebagai penghapus aib. Dapatlah dikatakan bahwa sigi merupakan suatu lukisan kesatuan desa. Sebagai kesatuan masyarakat hukum, ada keluarga yang mengangkat orang-orang tua yang bertugas menyelesaikan perkara-perkara dalam desa, mengatur pemindahan hak, mengatur pertunangan, perkawinan dan juga sebagai penasehat dalam tugas-tugas pemerintahan yang disebut : guhanga. Bahkan kepala desa (sangadi, bobato, kimalaha) dalam memutuskan sesuatu terlebih dahulu minta petunjuk dan pendapat dari para guhanga. Tadohe membagi tingkatan (kasten) dalam masyarakat atas enam tingkat atau golongan, yaitu : mododatu (kaum ningrat), kohongian, simpal, nonow, tahig, dan yobuat. Kaum simpal adalah pemegang penjaga keamanan, tahig adalah golongan pekerja dan yobuat adalah golongan bawah.

Campur tangan Belanda dalam pemerintahan
Pada tanggal 1 Januari 1901, Belanda secara paksa bahkan kekerasan masuk daerah Bolaang Mongondow melalui Minahasa selatan, setelah usaha mereka memasuki daerah Bolaang Mongondow melalui laut tidak berhasil. Di bawah pimpinan Controleur Anton Cornelius Veenhuizen bersama sepasukan prajurit memasuki Bolaang Mongondow, yaitu pada masa pemerintahan Raja Riedel Manuel Manoppo. Namun rakyat memberontak melalui pimpinan seorang bernama Hatibi Dibo Mokoagow yang memotong tiang bendera Belanda yang dipancang di halaman istana raja di Bolaang. Juga tiang bendera Belanda yang didirikan di pelabuhan Lombagian (Inobonto) dipotong oleh Hatibi Dibo dan kawan-kawannya. Rakyat tidak setuju dengan campur tangan asing dalam pemerintahan. Mereka pada saat itu telah memiliki jiwa patriotik. Tahun 1904 Hatibi Dibo berhasil ditangkap oleh Belanda lalu ditembak. Sekitar tahun 1903-1904 perlawanan diadakan oleh sangadi Eman dari Pontodon. Perlawanan dipatahkan oleh Belanda tapi rakyat masih tetap mengadakan perlawanan (terkenal dengan perang Pontodon). Akhirnya karena tidak setuju dengan tekanan-tekanan Belanda itu, penduduk Pontodon dan bilang banyak yang meninggalkan kampung halamannya, menuju ke pantai utara (Desa Tanamon), ke Minahasa selatan (Desa Toraut), ke pantai selatan (Desa Kayumoyondi’). Pada tahun 1904 diadakan perhitungan jiwa penduduk Bolaang Mongondow dengan 41.417 jiwa dan pria pekerjanya 9.166 orang.

Masuknya Agama dan Pendidikan
Raja Jakobus Manoppo ialah raja Bolaang Mongondow yang pertama memerintah setelah mengalami pendidikan di Hoofden School Ternate, karena ia telah dibawa oleh pedagang V.O.C. sesudah melalui persetujuan ayahnya raja Loloda Mokoagow (datu Binagkang). Jakobus Manoppo adalah raja ke-10 yang memerintah pada tahun 1691-1720, yang diangkat oleh V.O.C., walaupun pengangkatannya sebagai raja tidak direstui oleh ayahnya. Jakobus Manoppo pada saat dilantik menjadi raja beragama Roma Katolik.
Pada zaman pemerintahan raja Corenelius Manoppo, raja ke-16 (1832), agama Islam masuk daerah Bolaang Mongondow melalui Gorontalo yang dibawa oleh Syarif Aloewi, yang kawin dengan putri raja itu tahun 1866. Karena keluarga raja memeluk agama Islam, maka agama itu dianggap sebagai agama raja, sehingga sebagian besar penduduk Bolaang Mongondow memeluk agama Islam juga telah turut mempengaruhi perkembangan kebudayaan dalam beberapa segi kehidupan masyarakat. Pada sekitar tahun 1867 seluruh penduduk dengan Bolaang Mongondow sudah menjadi satu penduduk dengan bahasa, adat dan kebiasaan yang sama (menurut N.P Wilken dan J.A.Schwarz).
1. Over de Vorsten van Bolaang Mongondow 1949
2. Een Mongondowsh verhaaal met vertaling en aanteekeningen 1911
3. De voornaamwoorden in het Bolaang Mongondows
4. Verhaal van een mensch en een slang 1919
5. Spraakkunst van het Bolaang Mongondow 1930
6. Verloven en trouwen in Bolaang Mongondow 1931
7. De plechtigheid "waterscheppen" in Bolaang mongondow 1938
8. Bolaang Mongondowsch Woordenboek 1951;dsb.
Pada tahun 1906 melalui kerja sama dan kesepakatan dengan raja Bolaang Mongondow, W.Dunnebier telah mengusahakan pembukaan beberapa sekolah rakyat yang dikelola oleh zending di beberapa desa di Bolaang Mongondow dengan tiga kelas. Guru-gurunya didatangkan dari Minahasa, antara lain :
Di Nanasi, guru jeseya rondonuwu dan S. Sondakh
Di Nonapan, guru H. Werung dan A. Rembet
Di mariri lama, guru P.Assa dan Mandagi
Di Kotobangon, guru J.Pandegirot dan tumbelaka
Di Moyag, guru F.Tampemawa dan K. Palapa
Di pontodon, guru J.Ngongoloi, M.Tombokan dan W.Tandayu
Di pasi, guru Th.Kawuwung dan W. Wuisan
Di Popo Mongondow, guru S. Saroinsong dan J. Mandagi
Di Otam, guru J. Kodong dan S. supit
Di Motoboi Besar, guru S. Mamesah, A. Kuhu dan K. Angkow
Di Kopandakan, guru H. Lumanaw dan P. Kamasi
Di Poyowa Kecil, guru D. Matindas dan Gumogar
Di Pobundayan, guru Th. Masinambouw dan A. Supit.
Jumlah murid yang tertampug di sekolah-sekolah tersebut adalah 1605 orang (Sejarah Pendidikan daerah Sulawesi Utara oleh Drs.L.Th. Manus dkk).
Pada tahun 1912 di Dumoga juga dibuka sekolah zending dengan guru Jesaya Tumurang. Pada tahun 1926 sekolah-sekolah seperti itu juga dibuka di Tabang, Tungoi, Poigar, Matali dan Lolak.
Pada Tahun 1911 didirikan sebuah sekolah berbahasa Belanda di Kotamobagu, Yaitu Holland Inlandshe School (H.I.S) dengan Kepala sekolah Adrian van der Endt.
Disamping sekolah-sekolah yang dikelola oleh Zending, maka pada sekitar tahun 1926 diusahakan pembukaan sekolah-sekolah rakyat yang dikelola oleh Balai Pendidikan dan Pengajaran Islam (BPPI) yang berpusat di desa Moliow. Guru-gurunya didatangkan dari Yogyakarta seperti antara lain : Mohammad Safii Wirakusumah, Sarwoko, R. Ahmad Hardjodiwirdjo, Sukirman, Sumarjo, Surjopranoto, Muhammad Djazuli Kartawinata dan alin-lain. Juga ditambah dengan Ali Bakhmid dari Manado Usman Hadju dari Gorontalo dan Mohammad Tahir dari Sangir Talaud (Sejarah Pendidikan Daerah Sulawesi Utara oleh Drs.L.Th.Manus dkk. 1980).
Perkembangan pendidikan yang dikelola oleh BPPI demikian pesatnya sehingga pada tahun 1931 dibuka sebuah H.I.S berbahasa Belanda di Molinow. Untuk medidik guru-guru yang akan mengajar di sekolah-sekolah yang dikelola oleh BPPI, maka pada tahun 1937 dibuka lagi sebuah sekolah guru, yaitu Kweekschool di Molinow.
Disamping sekolah-sekolah yang dikelola oleh zending dan BPPI, maka usaha pihak swasta untuk membuka sekolah terlihat antara lain : Particuliere Schakel School yang dibuka oleh A.C. Manoppo. Kemudian sekolah seperti itu dibuka oleh A.E. Lewu, yaitu Neutrale Particuliere School yang berlangsung sampai tahun 1941 sebelum bahas Jepang masuk Indonesia karena perang dunia ke-2. Sebuah sekolah swasta seperti itu juga pernah dibuka oleh Sumual pada tahun 1925, namun tidak berlanjut.
Pada tahun 1937 dibuka di Kotamobagu sebuah sekolah Gubernemen, yaitu Vervolg School (sekolah sambungan) kelas 4 dan 5 yang menampung lepasan sekolah rakyat 3 tahun, dengan kepala sekolahnya N. Ares.
Kotamobagu sebagai ibukota kabupaten Bolaang Mongondow, sebelumnya terletak disalah satu tempat di kaki gunung Sia’ dekat Popo Mongondow dengan nama Kotabaru. Karena tempat itu dianggap kurang strategis sebagai tempat kedudukan controleur, maka diusahakan pemindahan ibukota ke tempat yang sekarang ini, yaitu Kotamobagu, yang peresmiannya diadakan pada bulan April 1911 oleh Controleur F. Junius yang bertugas di Bolaang Mongondow tahun 1910-1915.
Kedudukan istana raja di desa Kotobangon, yang sebelumnya pada masa pemerintahan raja Riedel Manoppo berkedudukan di desa Bolaang. Karena raja Riedel Manuel Manoppo tidak mau menerima campur tangan pemerintah oleh Belanda, maka Belanda melantik Datu Cornelis Manoppo menjadi raja, lalu bersama-sama denga Controleur Anthon Cornelis Veenhuizen dikawal oleh sepasukan prajurit melalui Minahasa selatan masuk Bolaang Mongondow dan mendirikan komalig (isatana raja) di Kotobangon pada tahun 1901.
Pada tahun 1911 didirikan seuah rumah sakit di ibukota yang baru Kotamobagu. Rakyat mulai mengenal pengobatan modern, namun ada juga yang masih mempertahankan dan melestarikan pengobatan tradisional melalui tumbuh-tumbuhan yang berkhasiat obat.
Dengan masuknya agama dan pendidikan, maka sistem kehidupan sosial budaya masyarakat turut mengalami perubahan, antara lain : tentang cara pengelolaan tanah pertanian (mulai mengenal penanaman padi di sawah), adat kebiasaan, pernikahan, kematian, pembangunan rumah, pengaturan saran perhubungan, media komunikasi dan lain-lain sebgainya.
Sebagai informasi perlu disampaikan bahwa : rumah adat Bolaang Mongondow yang diwujudkan dalam bentuk pavilyun Bolaang Mongondow di Taman Mini Indonesia Indah jakarta (samping bangunan rumah adat Sulawesi Utara), yang miniaturnya diminta oleh almarhum Alex Wetik dan dibawa ke Manado tahun 1972 dan kemudian menjadi contoh pembangunan rumah adat Bolaang Mongondow di TMII Jakarta.
Umumnya rumah tempat tinggal di Bolaang Mongondow berbentuk rumah panggung dengan sebuah tangga di depan dan sebuah di belakang. Dengan adanya pengaruh luar, maka bentuk rumahpun sudah berubah. Kehidupan sosial budaya masyarakat yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan pembangunan sekarang ini, banyak yang telah berubah. Namun budaya daerah yang masih mengandung nilai-nilai luhur yang dapat menunjang pembangunan fisik material dan mental spiritual, masih tetap dipelihara dan dilestarikan.
Pada saat masyarakat mulai mengenal mengenal mata uang seperti real dan doit sebagai alat penukar bahan keperluan hidup, maka penduduk mulai menjual hasil pertanian tersebut seperti : sayur, buah-buahan dan lain-lain. Hasil pertanian tersebut diletakkan di depan rumah dekat jalan raya dan diatur setumpuk-setumpuk dengan harga satu doit per-tumpuk. Pemilik tidak perlu menjaga bahan dagangannya. Sore hari, pemilik akan mengambil uang harga jualannya. Bila habis terjual, maka di tempat penjualan itu terletak uang harag bahan yang dijual dalam keadaan utuh, tidak berkurang. Contoh seperti ini menunjukkan keluhuran budi pekerti setiap anggota masyarakat yang masih jujur, serta menyadari bahwa setiap perbuatan jahat itu tidak dikehendaki oleh Ompu Duata (Yang Maha Kuasa). Pada saat itu mereka belum mengenal dusta, tipu muslihat dan lain-lain sifat jahat yang dapat mengganggu ketertiban masyarakat. Kerukunan hidup antar keluarga dan antar tetangga dimasa itu belum tercemar oleh pengaruh luar.
Sistem Gotong Royong
Sejak semula, masyarakat Bolaang Mongondow mengenal tiga macam cara kehidupan bergotong royong yang masih terpelihara dan dilestarikan terus sampai sekarang ini, yitu :
1. Pogogutat, potolu adi’
2. Tonggolipu’
3. Posad (mokidulu)
Tujuan kehidupan bergotong royong ini sama, namun cara pelaksanaaannya agak berbeda.
Pogogutat, potolu adi’ : lebih bersifat kekeluargaan. Pogogutat berasal dari kata utat yang berarti : saudara (kandung,sepupu). Potolu adi’ asal kata : Tolu adi’ (motolu adi’) yang berarti : ayah, ibu dan anak-anak (anaka beranak atau tiga beranak).
Contoh pogogutat : bila ada keluarga yang hedak mengadakan pesta pernikahan anak, maka sesudah didapatkan kesepakatan tentang waktu pelaksanaanya, disampaikanlah hasrat tersebut kepada sanak keluarga, bahkan kepada seluruh anggota masyarakat dalam satu desa. Dua atau tiga hari sebelum pelaksanaan pernikahan, berdatanganlah kaum keluarga, tetangga, warga desa, dibawah koordinasi pemerintah, guhanga atau tua-tua adat, ketua rukun dan lain-lain membantu kelancaran pelaksanaan pesta. Kaum pria membawa bahan seperti : bambu atap rumbia, tali rotan, tali ijuk, tiang pancang bercabang dan bahan-bahan lain untuk mendirikan bangsal. Ada yang membawa gerobak berisi kayu api, tempurung, sabut kelapa dan lain-lain untuk bahan pemasak. Pada saatnya mendekati hari pernikahan, para pemuda remaja pria dan wanita datang membantu meminjam alat-alat masak, alat makan, perlengkapan meja makan, menghias bangsal, puadai, dan lain-lain. Ada yang membantu persiapan di dapur, mengolah rempah-rempah dan lain-lain. Suasana diliputi kegembiraan, tawa dan gelak terdengar. Pada saat pelaksanaan pesta nikah, para remaja dan pemuda itu membantu pelayanan kepada para tamu undangan. Kaum wanita pada sore hari menjelang malam berdatangan membawa bahan : beras, ayam, minyak kelapa, minyak tanah, rempah-rempah, gula putih, gula merah dan lain sebagainya keperluan dapur. Semua bahan yang dibawa baik oleh kaum pria ataupun oleh kaum wanita, adalah berupa sumbangan ikhlas, tanpa menuntut imbalan karena rasa kekeluargaanyang besar dan toleransi yang tinggi 9unsur persatuan dan kesatuan demi kesjahteraan bersama).
Tonggolipu’ : asal kata lipu’ yang berarti : desa, kampung, tempat kediaman. Bila ada rencana pembangunan dalam desa (sekolah, rumah ibadah, jalan, jembatan, rumah tempat tinggal dan lain-lain), maka seluruh anggota masyarakat secara serentak mengerjakan dan menyelesaikan pekerjaan dimaksud tanpa paksaan, tapi atas kesadaran sendiri. Kaum wanita datang membawa makanan dan minuman. Dalam kegiatan seperti itu bahan dan ramuan sudah disediakan terlebih dahulu seperti bahan bangunan dan lain-lain. Bila ada anggota masyarakat yang meninggal, maka para tetangga serentak berkumpul membuat bangsal dan menyediakan tempat duduk dan membantu pekerjaan pemakaman sampai selesai. Dahulu adalah merupakan kebiasaan, keluarga datang berkunjung ke rumah duka untuk menghibur dengan mengadakan permainan tertentu seperti : monondatu, mokaotan, mokensi, monangki’, dan lain-lain. Kegiatan seperti itu diadakan mulai 7 sampai 14 malam, selama tongguluan (tempat tidur berhias) masih belum dikeluarkan. Kini acara-acara seperti itu diisi dengan kegiatan-kegiatan agama.
Posad atau mokidulu : Posad berarti berarti saling membantu . Umumnya posad ini sudah berbentuk organisasi. Koordinator membentuk organisasi dengan sejumlah anggota sesuai keperluan. Anggota posad mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dalam arti saling berbalasan. Bkerja membersihkan kebun bersama-sama dengan ketentuan, setiap anggota kelompok akan mendapat giliran kebunnya dibersihkan. Dalam posad biasanya ada sanksi, yaitu anggota yang tidak aktif akan dikeluarkan dari keanggotaan, beberapa ketentuan sesuai kesepakatan, misalnya : setiap anggota posad dalam melaksanakan pekerjaan ada yang membawa bekal sendiri, tapi agak berbeda dengan mokidulu (minta bantuan), seseorang minta bantuan tenaga dari sejumlah teman untuk menyelesaikan sesuatu pekerjaan, ada yang bekerja secara sukarela, ada pula yang mengharapkan untuk dibalas.
Pertanian
Sampai dengan tahun 40-an masih sangat terasa adanya kebersamaan dalam pengolahan hasil pertanian. Bila seorang petani hasil tanamannya (padi) terutama padi ladang sudah masak, diberitahukanlah kepada para tetanggga dan sanak saudar tentang waktu pemetikan. Sebelum pemetikan dimulai, diadakanlah semacam upacara ritual untuk memohon kepada Ompu Duata agar dalam pekerjaan selama memetik padi, dijauhkan dari rintangan dan agar hasil pertanian melimpah. Memetik padi harus dengan tertib, tidak boleh gaduh dan bermain-main (anak-anak dilarang ikut), dipimpin oleh seorang tua, pria atau wanita yang memetik pada jajar paling kanan (modia kon tosisi'). Tidak ada pemetik yang boleh melewati orang tua tersebut. Bulir dan butir padi tidak boleh tercecer. Tempat menimbun padi yang dipetik (ontag) harus dijaga agar tetap dalam keadaan tertib. Bila padi sudah selesai di lirik (lepas dari bulir), maka mengukurnya harus dengan tertib. Dan hasil panen akan melimpah, sehingga walaupun setiap pemetik sudah membawa pulang bagiannya masing-masing, tapi padi yang disimpan melimpah (musim tanam hanya sekali dalam setahun). Pada musim pemetikan tahun berikutnya masih banyak persediaan padi lama. Biasanya padi di simpan dalam sikaku atau luit yang dibuat dari kulit kayu. Juga disimpan dalam sinombalongka', yaitu daun enau besar dibentuk seperti labu lalu digantung. Ada juga yang menyimpannya dalam potolo' (ruas bambu), lalu disimpan diatas salaian. Sementara memetik padi, kaum wanita biasanya menyanyikan lagu odenon dengan tertib secara berbalas-balasan untuk menghilangkan rasa penat selama bekerja.
Pada penanaman padi ladang (monugal) juga dikerjakan bersama-sama secara gotong royong. Bila kebun ladang sudah selesai dibersihkan, disediakanlah alat-alat seperti : totugal (tugal), o'ibu (sapu besar), kompe' (bakul), dan lain-lain. Tetangga atau keluarga diundang untuk bekerja. Pada malam hari sebelum monugal, berkumpul para pemuda mengisi acara gembira dengan berbagai permainan. Memetik gambus sambil berpantun dan tari dana-dana disaksikan oleh gadis-gadis. Pagi-pagi benar pekerjaan dimulai. Laki-laki melubangi tanah dengan tugal, wanita mengisi butir padi kedalam lubang, orang tua laki-laki membawa sapu menutupi lubang dengan tanah. Selesai bekerja, semua pekerja makan bersama, kemudian saling bersiraman air dengan harapan agar hasil tanaman melimpah.

Pertanahan
Hak pemilikan tanah disuatu wilayah lingkungan desa, hanya bagi warga desa itu sendiri. Bila ada penduduk dari desa lain yang ingin memiliki tanah di desa itu, haruslah seizin pemerintah setempat. Tanah untuk diperkebuni dapat diperoleh melalui perombakan hutan secara bersama (satu keluarga) atau perorangan. Tanah hasil olahan bersama menjadi milik bersama (gogaluman), sedangkan yang diolah sendiri menjadi milik perorangan (im batangan tontani'). Hak pemilikan tanah biasanya tidak berlaku lagi, bila tanah kebun (dogami) sudah ditinggalkan selama 10 tahun dan diatas tanah itu tidak ditanami tanaman tahunan (kelapa, sagu dsb). Bila diatas tanah itu ada tanaman tahunan, maka hak pemilikan masih tetap berlaku. Bila tanah yang telah ditinggalkan (dogami) ditanami tanaman tahunan oleh seseorang, maka hasil tanaman itu dibagi antara pemilik tanah dengan menanam berdasar kesepakatan bersama.
Bila hendak merombak hutan, terdahulu diadakan bontang (meretas keliling) pada area yang hendak diprkebuni. Hari untuk mulai merombak hutan ditentukan oleh tonawat atau talenga yang mendengar bunyi burung untuk menentukan hari yang baik, agar terhindar dari dari petaka dan usaha boleh berhasil. Tanda-tanda lain yang diperhatikan juga seperti mimpi, kematian lampu (kopiongan in toga'). Sebelum merombak hutan didahului upacara mopoka'an kon dimukud, sebagai permohonan izin kepada pemilik atau pelindung hutan itu. Cara seperti penyembahan pada sigi.
Hasil tanaman dalam kebun dibagi sesuai kesepakatan. Cara pembagian bergantung pada persetujuan pemilik kebun dan pengelolaannya. Bila di atas sebidang tanah ada tanaman tahunan milik orang lain, maka pemilik tanah tidak berhak atas tanaman itu. Pemindahan hak milik atas tanah harus sepengetahuan pemerintah. Kini, pemindahan hak milik melalui surat jual beli yang turut disaksikan oleh pemerintah.

Totabuan
Sekitar abad 20 Bolaang Mongondow terdiri dari beberapa distrik, yaitu : Mongondow (Passi dan Lolayan), serta onder distrik Kotabunan, Bolaang dan Dumoga. Penduduk pedalaman yang memerlukan garam atau hasil hutan, akan meninggalkan desanya masuk hutan mencari damar atau menuju ke pesisir pantai memasak garam (modapug) dan mencari ikan. Dalam mencari rezeki itu, sering mereka tinggal agak lama di pesisir, maka disamping masak garam, juga mereka membuka kebun. Tanah yang mereka tempati itulah yang disebut Totabuan, yang dapat diartikan sebagai tempat mencari nafkah. Karena sejak pemerintahan raja Tadohe penduduk sudah mengenal padi, jagung, kelapa, yang dibawa oleh bangsa Spanyol, amak penduduk pedalaman yang berkebun di pesisir itu juga menanam kelapa yang lebih banyak hasilnya dibandingkan dengan bila hanya ditanam di dataran tinggi. Bila mereka telah betah tinggal di pesisir, maka keluarga dijemput lalu menetap di Totabuan. Semakin lama semakin banyak kepala keluarga yang membawa anggota keluarganya ke tempat baru di Totabuan, sehingga merekapun mulai membentuk pedukuan. Sebab itu maka di tempat baru biasanya tidak terdapat sigi sebagai perlambang kesatuan desa seperti yang ada di desa-desa pedalaman. Beberapa desa di dataran tinggi (pedalaman Mongondow) yang memiliki Totabuan di pesisir (Bescchrij ving van het adatrecht in Bolaang Mongondow oleh R.P Notosoesanto), adalah antara lain :
bullet
Poyowa besar mempunyai Totabuan di Nuangan
bullet
Kobo kecil mempunyai Totabuan di Nuangan
bullet
Kobo besar mempunyai Totabuan di Molobog
bullet
Kopandakan mempunyai Totabuan di Buyat
bullet
Otam mempunyai Totabuan di Nonapan
bullet
Moyag mempunyai Totabuan di Motongkad
bullet
Pobundayan mempunyai Totabuan di Motandoi
bullet
Molinow mempunyai Totabuan di Tolog dan Kotabunan
bullet
Passi mempunyai Totabuan di Poigar
bullet
Biga mempunyai Totabuan di Tombolikat
bullet
Motoboi Besar mempunyai Totabuan di Alot, Oyuod, Matabulu
bullet
Tabang mempunyai Totabuan di Tobayagan
bullet
Poyowa Kecil mempunyai Totabuan di Pinolosian
bullet
Mongondow mempunyai Totabuan di Ayong, sampaka, Babo.
Menjemput Tamu
Bila ada tamu yang bertandang, biasanya disuguhi sirih pinang, tamu pria atau wanita terutama orang tua. Sirih pinang diletakkan daam kabela' (dari kebiasaan ini diciptakan tari kabela sebagai tari penjemput tamu). Laki-laki biasa juga dijemput dengan menyuguhkan rokok dalam bako' atau kampi' (tempat temabakau dan daun rokok dari daun enau) bersama tosisiran (pemantik api). Tamu terhormat terutama pejabat di jemput dengan upacara adat. Barisan adat tuitan menjemput dengan tari tuitan dan musik gulintang logam bersama perangkatnya gong dan gandang (sementara gamelan di Jawa). Diucapkan itu-itum oleh tokoh adat, yaitu do'a untuk keselamatan dan kesejahteraan pejabat yang dijemput.
Suatu adat kebiasaan dalam pergaulan umum, seeorang yang berpapasan dengan orang lain di jalan, saling sapa menyapa (mogimbalu'). Imbalu' atau sapaan ini menandakan bahwa seorang dengan yang lain saling menghormati, entah orang itu sudah dikenal atau belum. Imbalu' ini juga merupakan tanda salam, yang sama maknanya dengan "selamat pagi" dan lain-lain. Hampir di setiap desa, bila seseorang berpapasan dengan orang lain dijalan, akan mengucapkan : mopo untag atau mamuntag, bila yang disapa menuju barat, sedang penyapa menuju timur.

bullet
Mopo uik atau mauik, bila yang disapa menuju timur sedang penyapa menuju barat.
bullet
Mopo onik atau mamonik, bila yang disapa menuju utara sedangkan penyapa menuju selatan.
bullet
Mopo onag atau mamonag, bila yang disapa menuju selatan sedangkan penyapa menuju utara.
Adapula yang menyapa : maya'bi'i onda atau mopobaya'i onda, yang berarti : hendak kemana. Yang akan di sapa akan menjawab : a mopo untag atau mopo uik, yang berarti : hendak ke bawah atau ke atas.
Seseorang yang bertandang ke rumah orang lain, akan mengucapkan : oi, oi, bila tuan rumah belum nampak. Sebelumnya ia mendehem atau batuk-batuk kecil, untuk memberi isyarat bahwa ada seseorang yang hendak bertamu. Suara panggilan atau deheman didengar oleh tuan rumah yang datang menjemput sambil mengatakan : poponik, yang brarti : naiklah, bila rumah itu rumah panggung atau tu'ot pa yang berarti : masuklah, bila tamu sudah berdiri di depan pintu. Tuan rumah mempersilahkan tamunya duduk : litu'pa (silahkan duduk). Kemudian menyapa lagi : nongkon omuik don atau nongkon omuntag don, yang berarti : dari atas atau dari bawah (sapaan ini disesuaikan dengan arah datangnya tamu, entah dari timur, barat, utara, atau selatan. Ingat sapaan saat jumpa di jalan). Tuan rumah akan bertanya : dega' oyu'on bi' im paralu (mungkin ada perlu) dan seterusnya ; tamupun disuguhi sirih pinang atau rokok. Bila tamu seseorang yang sudah tua tak bergigi lagi, disuguhi dodokan, yaitu tempat sirih pinang yang sudah ditumbuk lumat.

bullet
Bila seseorang diundang menghadiri suatu acara maka penjemput tamu akan menyapa : niondon yang berarti selamat datang.
bullet
Seorang tamu yang hendak pamit akan mengucapkan : mobuipa (mohon diri). Bila tuan rumah adalah keluarga terhormat, tamu mengucapkan : dega' umundokpa (saya mohon diri). Tuan rumah akan menjawab : o, o, mopia (ya, baiklah).
bullet
Bila tamu yang datang melihat sudah ada tamu yang baru datang itu menyapa sesama tamu : koinapa (sejak tadi). Tamu yang datang terdahulu menjawab : o, o, iko doman (ya, engkau juga). Bila seorang tamu hendak pamit sedangkan masih ada sesama tamu yang ditinggalkannya, maka tamu yang hendak pergi itu menyapa tamu yang masih tinggal : tala unadon (saya hendak duluan); atau bai mo I dudimai (nanti menyusul). Tamu yang masih duduk menjawab : o, o, intadon (ya, silahkan).
bullet
Sapaan-sapaan seperti itu biasanya ditambah dengan kata : ule, bila yang sapa menyapa itu laki-laki, misalnya : koina pa ule =sejak tadi kawan. Kalau sesama wanita memakai isi', misalnya : iko doman isi' = engakau juga kawan.
bullet
Sapaan seperti :ule, isi', nanu', uyo', eteng, oge' nau' dan lain-lain adalah sapaan tanda keakraban hubungan atau tanda kesayangan. Bagi wanita biasanya dipakai : anu', nanu', nau', oge ; bagi anak laki-laki biasanya dipakai : uyo', ule' udul, eteng, dll.
Contoh :
bullet
Indongogaipa udul = dengarkanlah sayang
bullet
Tumompiabi eteng = hati-hatilah sayang
bullet
Dika mongombal anu = jangan menangis sayang.

MONOGRAFI SENI BUDAYA DI BOLAANG MONGONDOW
Sama seperti daerah lain di Indonesia, Bolaang Mongondow juga mengenal jenis-jenis kesenian sejak dahulu kala. Beberapa diantaranya adalah :
1. Seni Musik vokal dan instrumental
2. Seni Tari
3. Seni sastra
4. Seni Rupa
Seni Musik Vokal
Odenon : dinyanyikan pada waktu sedang memetik padi (mokoyut), biasanya oleh kaum wanita untuk menghilangkan rasa penat saat bekerja. Odenon juga biasa dinyanyikan sebagai salah satu lagu pada acara aimbu atau pada acara-acara gembira lainnya. Contoh odenon :
Layugdon iko tansibi', alai odenon = terbanglah hai burung pisok, alai odenon
Bo lumayug tumonsi-tonsi' = terbang mengedar-edar
Yo pantowai im baloi limagi' = tinjaulah rumah sebelah sini
Sing kon tua ing ki mamai adi' = karena disana si jantung hati

Isi sastranyanya bersajak dinyanyikan secara solo, lalu disambut oleh orang lain bersama-sama yang merupakan refreinnya, yaitu : alai odenon, yang dapat berarti ber-odenon-lah bersama-sama. Lagu odenon ini dinyanyikan secara sahut menyahut berbalas-balasan.
Totampit
: dinyanyikan oleh orang-orang tua masa lampau untuk mengisahkan tentang perjalanan mereka pada saat pergi ke rantau memasak garam (modapug) atau ketika mereka masuk hutan mencari damar (monalong) dan sebagainya. Contoh :

bullet
Kado-kadok I Nuangan = burung hutan dari Nuangan
bullet
Motundu' dalan pongayow = menuntun perjalanan panglima
bullet
Kiditoin libuton laga' = menyusur pulau laga'
bullet
Bura' dongkain pobotoyan = buihlah tempat mendayung.
bullet
Bondit : biasanya dinyanyikan oleh seorang bolian, yaitu seseorang yang dalam keadaan intrans (kesurupan) dalam acara pengobatan tradisional. Dapat juga dinyanyikan pada acara mogaimbu misalnya dalam aimbu ponondeagaan (inisiasi). Contoh :
bullet
Ki landangon I molandang = teruna lincah yang perkasa
bullet
Akuoi ing kon tudu ambang = aku di puncak ambang
bullet
Abitku ing kede' ing gayang = senjataku pedang kecil
bullet
Nokodongog noko ningal = mendengar dan dapat berita
bullet
Kon oyu-oyut ing gimbal = sayup bunyi gendang
bullet
Inonag bo inontongan = kuturun lalu melihat
bullet
Na'anta boki' im bulan = ternyata putri bulan.
Tolibag : lahu gembira, biasanya dinyanyikan dalam acara suka cita antara muda mudi atau pada waktu seseorang sedang menari joke' yang diselubungi selendang oleh para gadis. Dapat dinyatakan berbalasan. Dapat pula berarti lagu pujian atau pujaan. Contoh :
bullet
Koina dolo-dolomea = tadi ketika pagi
bullet
Limitu' mako ko na'a = sedang duduk ditempat ini
bullet
Kinotaliban im paloma = lewatlah seekor merpati
bullet
Bai'ku maya'I onda = putriku kemana pergi
bullet
Nogilambung in sutara = memakai baju sutra
bullet
Nogikokudu'in kaja = berselubung kain kasa
bullet
Simindog mako ko ngara = berdiri di depan pintu
bullet
Nokogagar kong gina = hatiku tergila-gila
bullet
Dondong : lagu gembira antara muda mudi. Ada juga yang menyanyikan waktu menidurkan anak.
Contoh :
bullet
Burowdon sindulak bangka' = baliklah perahu tumpangan
bullet
A baya'an kon Bintauna' = akan pergi ke Binatuna
bullet
Naanta kom bubu' im buta' = ternyata didalam tanah
bullet
A burowon dia'bi' maya' = diputar tidak berjalan
Yungkagi : dinyanyikan dengan suara sayup karena sedih mengenang seseorang yang dirindukan. Contoh :
bullet
Akuoi ing koina subu = aku diwaktu subuh
bullet
Dinapatmai im pongoibu = hatiku sangat terharu
bullet
Polat nolabu'I lua'ku = berlinang air mataku
bullet
Nokotanob ko inimu = merindukan kau seorang.
bullet
Dete-dete : lagu yang dinyanyikan pada kematian seorang raja. Contoh :
bullet
Langit lumogod lumentang = langit guruh gemuruh
bullet
Sinumobang I utuan = turunlah dari kayangan
bullet
Takin ende-endeawan = disertai hujan panas
bullet
Kinogapangan I mobangkang = karena kematian yang dipertuan.
Dende' : lagu yang menyenangkan hati raja yang sedang bersantap. Contoh :
bullet
Dika basi'dolandangon = jangan hanya dianggap gampang
bullet
Sin dau'tonga'ropakon = karena kayu besar hanya dipatahkan
bullet
Dika bsai'lolibogon = jangan hanya main-main
bullet
Minangain tonga'lampangon = muara sungai hanya dilangkahi.
Tantak : dinyanyikan pada akhir pelaksanaan suatu acara do'a tertentu untuk menanyakan kepada Ompu Duata apakah ada yang kurang tertib dalam pelaksanaan acara itu, agar terhindar dari sesuatu petaka.
Buyak ; dinyanyikan dalam acara aimbu pada pengobatan tradisional monayuk. Biasanya dinyanyikan jauh malam menjelang pagi.
Lolibag : biasanya dinyanyikan sesudah totampit dalam acara aimbu oleh orang-orang tua masa lampau.
Ondo-ondo : sama dengan dende' yang dinyanyikan pada saat raja sedang bersantap. Juga dinyanyikan pada saat menjemput raja yang baru kembali dari perjalanan.
Tangkil : lagu dalam rangkaian lagu-lagu aimbu yang mengandung kiasan atau teka-teki.
Pantung : dilagukan sambil memetik gambus. Pantung termasuk lagu yang berasal dari daerah Melayu yang telah merakyat sehingga tidak terasa bahwa lagu tersebut berasal dari luar daerah. Dilagukan pada acara-acara gembira, biasanya dihadiri muda-mudi sampai semalam suntuk. Banyak mengandung kias bahkan yang lucu sehingga sangat menarik. Bagian akhir pantun yang disebut hayun, misalnya :

bullet
Iaka ule im bolai = lihatlah sikera
bullet
Moka'an kon toigu = sedang makan jagung
bullet
Iaka ule im bobai = lihatlah wanita
bullet
Mo ibog ko inimu = suka kepadamu
Seni Musik Instrumental
Dari sekian banyak musik tradisional yang pernah dikenal di daerah ini, banyak yang telah punah dan tidak pernah lagi dimainkan. Ada musik instrumental yang berasal dari luar daerah yang juga telah merakyat seolah-olah musik asli daerah, misalnya : gambus, rebana, kulintang dan lain-lain. Alat musik tradisional sebagai permainan rakyat, antara lain :
Kantung : terbuat dari tempurung kelapa sebagai resonansi, diberi berdawai satu dan dimainkan sebagai pelepas rindu. Termasuk alat petik. Pemetik biasanya membuka baju, karena resonansi tempurung diletakkan dekat perut agar bunyi bergaung.
Rababo : dapat disamakan dengan rebab di daerah lain. Alat musik gesek, juga resonansinya tempurung, berdawai satu, dimainkan dengan menggesek.
Tantabua' : dibuat dari seruas bambu, kulitnya dijadikan sebagai dawai yang lebarnya kira-kira 1 cm. Dekat dawainya dibuat lubang sebesar 3 x 3 cm, lalu dipukul dengan sepotong kayu atau bambu.
Bansi' atau tualing : bambu berlubang satu dan empat. Ditiup pada ujungnya untuk melagukan odenon, bondit, tolibag dan lain-lain sebagai pengisi waktu sengggang, di dangau di tengah ladang padi yang sedang menguning atau di tempat-tempatlain waktu istirahat.
Oli-oli' : dibuat dari kulit pelepah enau hutan, pakai lidah-lidah, pada ujung kiri diikatkan tali penahan dan pada ujung kanan tali yang ditarik-tarik agar lidahnya bergetar dan meninmbulkan bunyi. Dimainkan di depan mulut menganga sebagai resonansinya.
Dadalo' : adalah dua kerat bambu kering ukuran 15 x 3 x 1/2 cm, dimainkan dengan tangan kanan (diantara jari-jari) yang berfungsi sebagai alat perkusi (mengatur irama).
Bonsing : dibuat dari bambu sedang atau besar, berbuku satu di ujung dan dibuat dua pancungan (bonsing) pada ujung lain. Bonsing dipukul-pukulkan pada telapak tangan atau di lutut, juga dimainkan sebagai pengiring perkusi.
Bolontung : dari bambu satu atau beberapa ruas, berbuku pada satu ujung dan terbuka pada ujung lain. Nada-nada tinggi atau rendah terdengar bila pangkal bambu itu dihentakkan pada tanah, menurut panjang pendeknya ruas dan menurut besar kecilnya bambu.
Gimbal : dari kayu kolong, kedua ujungnya ditutup dengan kulit kambing atau sapi, lalu dibunyikan dengan cara menabuh pada kulit. Gimbal biasanya bulat panjang sampai satu meter. Ditabuh mengiringi tari tayok.
Gandang : juga dari kayu bolong, lebih pendek dari gimbal, dan hanya satu ujungnya yang ditutup dengan kulit. Ditabuh untuk mengiringi tari mosau dan tari tuitan.
Gulintang : dari kayu bulat sebesar pergelangan tangan dibelah dua, lalu digantung dan ditabuh dengan sepotong kayu. Setiap kerat kayu menimbulkan nada yang berbeda-beda, sehingga dapat dimainkan sebagai alat musik melodi.
Kulintang : dari logam (bahan import), perangkatnya terdiri dar mungmung 5 sampai 7 buah berderet, gandang 1 atau 2 buah, golantung 1 buah. Dimainkan dengan mengetuk, biasanya pada pesta nikah kaum ningrat atau pada penjemputan tamu terhormat. Semacam gamelan di Jawa.
Disamping alat-alat musik tradisional, juga terdapat alat musik transisi, yang berasal dari luar daerah antara lain :

bullet
Gambus : perangkatnya terdiri dari gambus, ruas 2 buah atau lebih. Gambus dipetik sambil melagukan pantung mengiringi tari dana-dana.
bullet
Rebana : dimainkan untuk mengiringi tari hadrah atau zamrah, zikir, buruda, dan lain-lain kesenian yang berhubungan dengan agama Islam.
Juga terdapat alat musik modern atau kreasi baru yang banyak digemari dan populer dalam kehidupan seni masyarakat, antara lain :
1. Musik bambu : terdiri dari musik tiup bambu seng dan musik tiup bambu klarinet. Perangkatnya terdiri dari : alat tiup melodi, yaitu suling kecil, sedang, klarinet, saxofon. Alat pengiring harmonis seperti : korno c, e, g, piston, selo atau tuba, contrabas. Alat bantu pengiring seperti : trombon, overton. Alat pengiring ritmis seperti : trom sedang, trom besar, dilaengkapi cimbal.
2. Orkes biola : perangkatnya terdiri dari : fluit, biola, selo, yukelele, banyo, contrabas atau stringbas, gitar. Biasanya dimainkan mengiringi lagu-lagu keroncong.
3. Kolintang kayu : dikreasikan dari musik tradisional. Perangkatnya terdiri dari : melodi 1 buah, pengiring yukelele 2 buah, pengiring gitar 2 buah, pengiring banyo 1 buah, pengiring selo 1 buah dan bas 1 buah. Satu unit biasanya terdiri dari 7 kotak.
4. Band mutahir : perangkatnya terdiri dari : melodi gitar, bas gitar, gitar ritmis atau harmonis, drum set, keyboard atau organ. Sering dilengkapi dengan trompet, saxafon, trombon dan lain-lain.

Seni Tari

Seni tari dapat dibedakan atas tari tradisional dan tari kreasi baru.
Tari Tradisional

bullet
Tari Tayo : biasanya ditarikan oleh seorang bolian atau burangin, seorang wanita dalam intrans (kesurupan), diiringi tabuhan gimbal dan golantung (kecil dan besar). Sambil menari, menyanyikan lagu-lagu bondit diselang-selingi tenden yang dinyanyikan oleh bebrapa orang wanita atau pria. Pada awalnya tari tayok dimainkan pada upacara pengobatan tradisional atau upacara ritual lainnya.
bullet
Tari Joke' : biasanya ditarikan oleh pria satu orang atau bersama-sama pada gembira. Sambil menari diiringi lagu bondit, tolibag, odenon. Penari yang lincah dapat menimbulkan tawa ria, apalagi karena saat menari diselubngi selendang atau sapu tangan warna warni oleh gadis- gadis.
bullet
Tari Mosau : biasanya ditarikan oleh pria saat mengawal raja atau pengantin menuju ke rumah pengantin wanita. Penari memakai pedang kayu dan perisai (kaleau) diiringi tabuhan gandang.
bullet
Tari Rongko atau tari ragai : sejenis tari silat untuk memperlihatkan keperkasaan atau kelincahan.
bullet
Tari Tuitan : ditarikan oleh barisan pengawal raja (kolano), diiringi tabuhan gandang. Penari berselempang sikayu, ikat kepala dan membawa tungkudon (tombak berhias bulu) dan kaleaw (perisai ). Tuitan dapat juga dimainkan pada saat penjemputan tamu agung, diiringi tabuhan kulintang besi.
Tari Kreasi Baru
bullet
Tari Kabela : dikreasikan dari adat kebiasaan menjemput tamu dengan menyuguhkan sirih pinang yang diletakkan dalam kabela. Ditarikan berkelompok oleh wanita. Setiap penari masing-masing memegang sebuah kabela.
bullet
Tari Kalibombang : dikreasikan berdasarkan ceritra perjodohan antara pria Oyotan dari Bolaang dan wanita Kalibombang dari Mongondow. Penarinya berkelompok pria dan wanita berpasang-pasangan dengan memegang selendang.
bullet
Tari Pomamaan : dikreasikan dari adat kebiasaan menjemput tamu dengan menyuguhkan sirih pinang yang diletakkan dalam pomamaan (sejenis bakul tempat sirih pinang). Ditarikan secara berkelompok oleh wanita sambil menyandang bakul.
bullet
Tari Monugal : dikreasikan dari cara penanaman padi ladang dengan memakai totugal (alat pelubang tanah), pria memegang totugal sedangkan wanita memegangi bakul tempat benih padi, dilengkapi dengan penari yang menutupi lubang dengan sapu (mogibu).
bullet
Tari Mokoyut : dikreasikan dari cara memetik padi ladang dengan memakai langkapa (ani-ani) dan kompe (bakul). Dalam tari mokoyut nampak gerakan memetik, melepaskan padi dari bulirnya (molidok), menjemur, menumbuk, menampi hingga menjadi beras. Ditarikan oleh wanita secara berkelompok.
bullet
Tari Kikoyog : dikreasiakan dari cara memetik padi dengan menuruti kepercayaan leluhur, bahwa padi memiliki dewi yang harus dihormati agar dapat memberi hasil banyak. Juga ditarikan secara berkelompok.
bullet
Tari Mokosambe : sebuah sendra tari yang dikreasikan brdasar ceritera tentang seorang pangeran bernama Mokosambe kawin dengan putri bungsu dari kayangan bernama Poyondi'. Konon seorang bernama Bangkele' memiliki tujuh buah sumur dekat sebuah gua di tepi pantai. Satu saat seorang putra raja bernama Mokosambe datang memancing di laut dekat gua dan sumur bangkele'. Pada waktu ia menarik pancingnya, nampak sehelai rambut yang panjangnya tujuh depa berbau harum. Diambilnya rambut itu, diperlihatkannya kepada Bangkele' pemilik sumur. Bangkele' menceritakan bahwa sumurnya biasa didatangi oleh tujuh putri kayangan kakak beradik untuk mandi. Mengertilah Mokosambe bahwa rambut panjang itu milik salah seorang putri kayangan yang biasa datang mandi di sumur Bangkele'. Pada malam Jumat, sementara Mokosambe menjaga sumur-sumur itu, tiba-tiba nampak olehnya putri-putri kayangan sedang menuju ke bumi untuk mandi. Dihitungnya, hanya enam orang. Mereka melepas sayap lalu mandi. Tak lama datang menyusul putri ke tujuh, putri bungsu yang selalu terlambat tiba. Benar dugaan Mokosambe, rupanya si bungsu inilah pemilik rambut panjang, karena rambut si bungsu ini nampak panjang sekali. Selesai mandi keenam putri yang datang terdahulu bersiap-siap untuk pulang ke kayangan, sedang si bungsu yang bernama Poyondi' masih asyik mandi. Hati-hati Mokosambe mengambil sayap Poyondi lalu disembunyikan. Selesai mandi Poyondi mencari sayapnya tapi tidak ada. Ia menangis menyesali kelalaiannya. Perlahan Mokosambe mendekatinya, sambil memperkenalkan diri dan berusaha membujuk Poyondi yang sedang menangis. Namun Poyondi' tetap menangis dan ingin kembali ke kayangan, tapi tak dapat karena sayapnya telah hilang. Akhirnya Poyondi' menyerah dan bersedia dinikahi pangeran Mokosambe. Terjalin cinta kasih yang membuahkan seorang putra yang montok. Lama kelamaan Mokosambe mulai melalaikan kewajibannya sebagai suami. Ia sering meninggalkan Poyondi dan putranya sampai berbulan-bulan. Persediaan padi mulai habis. Pada suatu hari ketika Mokosambe pergi meninggalkan isteri dan putranya, Poyondi mengambil padi di lumbung. Karena padinya makin berkurang, tiba-tiba nampak oleh Poyondi' ujung sayapnya ditengah timbunan padi. Diambilnya sayap itu, dibersihkan, lalu terbang pulang ke kayangan meninggalkan putranya yang sedang menangis. Di rantau teringatlah Mokosambe akan anak dan isterinya yang telah ditinggalkannya selama ini. Ia pulang, didapatinya putranya sedang menangis sedang isterinya Poyondi' tidak ada lagi. Sadarlah Mokosambe akan kelalaiannya selama ini. Sayap yang disimpannya telah ditemukan oleh pemiliknya. Dengan perantara seekor burung raksasa, Mokosambe dan putranya terbang menuju kayangan. Pintu kayangan kecil, tak dapat dimasuki oleh burung raksasa dengan Mokosambe yang membawa putranya. Dilihatnya Poyondi sedang bermain-main dengan kakak-kakaknya di kayangan. Karena kesalnya, Mokosambe bersama putranya menjatuhkan diri ke bumi lalu pecah berkeping-keping. Pecahan daging-dagingnya mulai bersayap dan terbang menjadi burung gagak. Itulah hukuman bagi Mokosambe sebagai suami yang lupa akan kewajibannya terhadap isteri dan anaknya.

Seni Sastra
Dalam kehidupan bermasyarakat, para leluhur sejak zaman dahulu telah mengenal jenis-jenis sastra yang diucapkan pada acara dan upacara tertentu. Sejak dikenalnya guman (peminangan) dalam pernikahan maka para guhanga atau penguasa adat, dalam acara peminangan, penetapan besarnya maskawin atau dalam pembicaraan-pembicaraan adat lainnya, senantiasa menggunakan bahasa sastra yang halus, bersajak yang berisi petua dan petunjuk dalam menjalankan kehidupan rumah tangga yang baru. Beberapa jenis seni sastra yang dapat kami sampaikan antara lain :
Salamat : sejauh sanjak bersajak yang diucapkan pada upacara tertentu, misalnya pada acara pesta pernikahan atau sesuatu pesta sukacita dan lain-lain. Salamat biasanya berisi harapan, do'a, nasehat dan adapula yang bersifat humor. Contoh :
bullet
Salamat kon pinopo ande kom payo
bullet
Bungainya nosimpu-simpungoi
bullet
A dungu'on indam ing gogoi
bullet
Na'a kamunda aindon notuoi
bullet
Nobali'don in tonibuloi
bullet
Yo poigumon doa mobiag mononoi
bullet
Moyayu' I rogenggeng bo ropatoi
bullet
Bo rijiki mo anto I motampoi
bullet
Tabe' takin salamat
Artinya :
bullet
salam yang diandaikan pada padi
bullet
buahnya berbulir-bulir
bullet
ditanak pengobat lapar
bullet
kini kamu berdua telah jadi
bullet
pernikahan telah terlaksana
bullet
minta doa umur panjang
bullet
jauh dari silang sengketa
bullet
rezeki banyak yang didapat
bullet
tabik bersama salam
Itu-itum : sejenis sanjak yang berisi doa permohonan kepada Ompu Duata (Yang Maha Kuasa) agar apa yang diharapkan dapat diperkenankan dan dikabulkan. Contoh :
bullet
Ompu', ompu', ompu' tumbolan taian
bullet
Pokodongog iko buta' onom nogaip ko pitu apad
bullet
Pokodongog iko langit onom nogaip takin maruatoi
bullet
Balangon takin tombonunya
bullet
Yo singgai na'a I ai I tobang
bullet
Ki kolano in totabuan
bullet
A modugu' kom popobaya'an
bullet
Im bontat bobok in dalan, dst.-
Artinya :
bullet
Ompu' ompu' ompu', berkenanlah kiranya
bullet
Dengarkan wahai bumi enam lapis ketujuh dasarnya
bullet
Dengarkan wahai langit enam lapis dan bentengnya
bullet
Lautan serta isinya
bullet
Hari ini telah tiba
bullet
Pemerintah daerah kita
bullet
Meresmikan rintisan
bullet
Pembukaan jalur jalan, dst.-
Odi-odi : sejenis sumpah yang diucapkan pada upacara tertentu, misalnya pada penetapan dan pengesahan suatu adat yang harus dilaksanakan dan dipatuhi oleh pemerintah dan seluruh rakyat. Juga diucapkan pada pelantikan seorang pejabat, agar dalam menjalankan tugas, tetap betindak jujur dan setia agar tidak memakan sumpah. Odi-odi dapat berfungsi sebagi do'a, tapi juga sebagai sumpah. Ada odi-odi in tayuk, yaitu do'a untuk kesembuhan anak yang diobati melalui monayuk. Odi-odi in le'ad, do'a bagi gadis yang diratakan giginya. Ada "bondit odi-odi", yaitu lagu do'a. Ada "salamat odi-odi", yaitu do'a keselamatan. Mopongodi-ngodimai, berarti menyumpahi ; awal dari odi-odi hampir sama dengan itu-itum, yaitu mengucapkan ompu' tiga kali, kmudian dilanjutkan dengan sastra yang mengandung do'a permohonan atau sumpah.
Seni Rupa
Daerah Bolaang Mongondow juga mengenal jenis-jenis seni rupa, seperti : seni patung, seni pahat, seni ukir, seni lukis, seni kerajinan dan lain-lain.
Seni Patung : pada sekitar abad ke -17 pada masa pemerintahan raja Tadohe (raja yang ke-8), didirikan tempat-tempat penyembahan kepada Ompu Duata di setiap desa yang disebut : sigi. Pada sigi-sigi tersebut biasanya dibuatkan dua buah patung yang melambangkan raja dan permaisuri. Dengan demikian penduduk pada masa lampau sudah mengenal adanya seni patung.
Seni Pahat : rumah-rumah penduduk masa lampau adalah rumah panggung, yang didirikan di atas tiang yang tinggi. Pada jendela dan pintu dibuatkan silibok (ventilasi) yang dipahat dengan motif-motif tertentu khas daerah. Juga pilar-pilar sepanjang galur pada tangga rumah dan hiasan dekat cucuran atap yang dibuat dari kayu, dipahat dengan motif tertentu.
Seni Ukir : tangkai ungkudon (tombak pasukan pengawal raja) diukir dengan motif kotak-kotak, lingkaran dan sebaginya. Demikian juga dengan kaleaw (perisai) diukir dengan motif manusia, binatang atau daun tumbuh-tumbuhan. Bahkan tiang-tiang rumahpun sering diukir sehingga nampak lebih menarik. Tosisiran (pemantik api dari bambu) juga diukir dengan memanaskan paku besi.
Seni Lukis ; untuk lebih menambah indahnya kaleaw (perisai) yang dipakai oleh pasukan pengawal raja, maka dibuatlah lukisan-lukisan bermotif manusia, binatang atau daun tumbuh-tumbuhan dengan warna-warni; warna yang dominan adalah : merah, hitam, putih, kuning.
Seni Kerajinan : sejak masa boki' ki Salamatit, isteri Manggopa' kilat, maka telah dikenal beberapa jenis ketrampilan khusus wanita yang diajarkan oleh Boki' Salamatiti. Manggopa' kilat adalah salah seorang pimpinan pemerintahan sebelum Mokodoludut. Ketrampilan yang diajarkan oleh Salamatiti antara lai : memintal benang (moningkoi) dan menenun (mogabol). Sebelum ditenun, benang diberi warna, sehingga kain hasil tenunan nampak indah dan menarik. Adanya ketrampilan memintal benang dan menenun ini, tercantum dalam sastra sebuah lagu dalam aimbu yang dinyanyikan untuk mengenang jasa Salamatiti sebagai seorang perintis pendidikan bagi wanita di Bolaang Mongondow. Tempat mendidik kaum wanita di istana kediaman Salamatiti disebut : sila'ad, yang pada masa kini dapat disamakan dengan sekolah atau taman pendidikan.
Beberapa jenis seni kerajinan yang sudah ada sejak masa lampau, adalah antara lain :

bullet
Menganyam tikar rotan, yang dikerjakan biasanya oleh pria. (tikar rotan = patang)
bullet
Menganyam tikar pandan (bolad) oleh wanita. Tikar pandan diberi warna-warni (merah, hijau, kuning, biru, ungu dll).
bullet
Membuat tempat sirih pinang (kabela') dari pada gabus pelepah rumbia (kumbai) yang dihiasi manik-manik halus berwarna-warni, dengan motif manusia, binatang, atau daun tumbuhan. Bentuk kabela seperti kotak berukuran panjang kira-kira 20 cm, lebar kira-kira 14 cm dan tinggi kira-kira 12 cm. Kerajinan membuat kabela biasanya oleh wanita sebagai industri rumah.
bullet
Membuat tudung saji (kokusadi) dari pada kumbai (gabus pelepah rumbia) berbentuk kotak, silinder terpancung, piramida terpancung atau prisma. Dibungkus dengan daun silar yang diberi warna-warni sama seperti warna pada kabela.
bullet
Membuat alat-alat pelengkap kebutuhan rumah tangga dan pribadi, seprti : digu = nyiru, karansi = keranjang, kuyon buta' = belanga tanah, pingku' = piring dari pelepah rumbia, uka' = mangkuk tempurng, dodangoian = alat masak sagu, dulang = loyang kayu, kalalusu = tapisan, abito = alat angkut yang didukung, kompe' = bakul, kobisi' = bakul besar dari daun pandan, kampi' = tempat temabakau rokok, tosisiran = pemantik api, bolusu = gelng lokan, simban = cincin lokan, pomamaan = bakul tempat sirih pinang, lotung = lesung, kokikigan = parutan, loto = bakul besar, potolo' = bambu untuk menyimpan tembakau, tolatak = tempat menjemur tembakau, kodapa = tempat sampah dan lain-lain.
Juga kerajinan membuat alat penagkap ikan : bubu, singkop = belat, bobolit = anyaman bilah bambu ukuran sedang, pole' = belat besar, tomoing = anyaman bilah bambu besar, kalenda' = jala, keambu = jala bersimpai, lala = jala besar.
Juga kerajinan menempa besi membuat : pitow = parang, lolapa' =penggali, popaked = parang kecil, tosilad = pisau, o i'i = pembersih rumput, dsb.
Masih banyak jenis kerajinan yang belum sempat tertulis seperti : membuat siripu (alas kaki), menganggit atap rumbia (momaod) dan seterusnya.

Permainan Rakyat :
Ada kaitan dengan seni kerajinan, beberapa alat permainan termasuk kerajinan tangan, seperti membuat gasing, pinsikan, langkadan dan lain-lain. Sebab itu kami merasa perlu menambahkan jenis-jenis permainan rakyat yang kini hampir tidak pernah nampak dalam kehidupan masyarakat. Ada permainan yang memakai alat, ada juga yang tidak. Permainan dengan alat :
Mominsikan : menggunakan tempurung bentuk segi tiga dengan sebilah bambu ukuran sekitar 30 cm panjang, lebar 2,5 cm sampai 3 cm, dimainkan oleh 2 orang atau lebih, untuk menguji ketepatan menembak pisikan lawan dengan pinsikan sendiri dari jarak sekitar 50 m.
Momaki'an : main gasing, juga oleh 2 orang atau lebih untuk melihat gasing mana yang lebih lama berputar. Untuk meguji ketrampilan menembak gasing lawan yang sedang berputar.
Molangkadan : menggunakan dua bambu panjang sekitar 2 sampai 3 meter, memakai pedal bambu tempat menginjakkan kaki. Tinggi pedal 30 cm sampai 1 sampai 2 meter. Langkadan dipakai untuk berpacu atau untuk berjalan biasa dengan langkah panjang, bila pedalnya tinggi.
Mokumbengan : memainkan dua tongkat ukuran sekitar 30 cm panjang. Tongkat yang satu diletakkan di atas batu, tongkat dari tanah itu dipukul sampai beberapa kali, untuk menguji berapa lama tongkat itu melayang dan berapa kali dipukul.
Jenis permainan yang tidak menggunakan alat, misalnya :
Mogogadopan : main sembunyi-sembunyian. Satu orang ditutup matanya, yang lain bersembunyi untuk dicari.
Mosimba'ungan : mandi di sungai sambil bermain bersembur-semburan. Sambil mandi di sungai, juga dapat bermain mosibunian, yaitu menyembunyikan batu di dasar sungai untuk dicari oleh teman. Yang mula-mula menemukan batu yang disembunyikan, dialah pemenangnya.
Mobinsi'an
: umumnya dimainkan oleh pria, untuk menguji kekuatan menendang betis lawan.

PAKAIAN ADAT BOLAANG MONGONDOW
Pada masa raja-raja (Kolano) sejak raja pertama hingga raja ke-6 yaitu Mokoagow, biasanya disebut Datu Ireatan, karena pakaian raja ketika itu amat banyak perhiasannya. Bahan pakaian dibuat dari kulit kayu (kayu lanut).
Pakaian Raja dalam perkembangan kemudian adalah :

bullet
Warna merah melambangkan kewibawaan dan keberanian raja sebagai pucuk pimpinan pemerintahan dan sebagai sumber kekuasaan dan kekuatan yang diperoleh dari rakyat secara bulat kharismatis di seluruh kerajaan.
bullet
Pada bagian dada dihiasi 3 susun rantai emas dan kancing emas yang melukiskan keagungan raja.
bullet
Pengikat kepala bercabang dua menandakan kepemimpinan yang membedakannya dengan ikat kepala bagi pejabat-pejabat pemerintah lainnya.
bullet
Selempang kuning keemasan sebagai tanda keagungan raja yang diselempangkan dari bahu kiri ke pinggang kanan. Pada pinggang yang diikat dengan kain kuning keemasan, diselipkan keris dan tangan kanan memegang tongkat kebesaran (Ki Sinungkudan).
bullet
Bahan pakaian sesuai aslinya adalah hasil tenun (inabol), namun alat tenun kini tidak ada lagi.
bullet
Pakaian raja ini digunakan sejak adanya hubungan persahabatan dengan pedagang dari luar, sehingga bentuk pakaian sedah banyak persamaan dengan daerah lain.
Pakaian Permaisuri :
bullet
Baju asli disebut salu' dari jenis kain berhias emas, pada ujung lengan baju kiri dan kanan terdapat kancing emas masing-masing sebanyak 9 buah.
bullet
Kain pelekat songket yang ditenun sendiri bila menurut aslinya.
bullet
Pada pergelangan kanan dan kiri masing-masing dipakaikan gelang emas yang disebut pateda.
bullet
Memakai selendang yang disebut aluang.
bullet
Payung kerajaan warna kuning berhias emas menyatakan keagungan raja dan permaisuri (Datu' bo Boki'). Pemegang payung raja memakai baju adat dengan ikat kepala biasa, pada pinggang diikatkan songket yang disebut pomerus sebagai penghormatan kepada pejabat yang lebih tinggi.
Pakaian Gogugu atau Sadaha tompunuon
bullet
Gogugu adalah pelaksana utama pemerintahan mewakili raja, sebagai penghubung raja dengan aparat pemerintahan lainnya sampai kepada rakyat, demikian juga sebaliknya. Dalam kerajaan hanya terdapat seorang gogugu.
bullet
Bentuk baju gogugu sama dengan raja, berwarna kuning sebagai lambang kebesaran dan keagungan, sesuai dengan tugasnya sebagai pelaksana utama pemerintahan membawa rakyat pada kemakmuran an kesejahteraan yang di Bolaang Mongondow ditandai dngan padi dan emas yang menguning.
bullet
Selempang dan ikat pinggang sama, perbedaan pakaian raja dan gogugu hanya pada ikat kepala. Ikat kepala raja berbentuk tanduk dua yang condong kekanan, sedangkan ikat kepala gogugu hanya satu tanduk.
Pakaian Panggulu
bullet
Seorang panggulu mengepalai pemerintahan dalam satu distrik (setingkat kecamatan).
bullet
Pakaian panggulu berwarna jingga untuk membedakan dengan pakaian raja dan gogugu, tapi bentuknya sama.
bullet
Beberapa variasi seperti pici berhias perak sudah merupakan pengaruh luar.
Pakaian kimalaha atau bobato (kepala desa)
bullet
Bentuk pakaian sama dengan raja.
bullet
Warna polos menurut selera pemakainya.
bullet
Ikat kepala biasa.
bullet
Pada pinggang diikatkan pomerus sebagai penghormatan kepada pejabat yang lebih tinggi.
bullet
Kepala desa dapat juga memakai tongkat, sehingga dalam jabatannya biasa juga di gelar Ki Sungkudan asal kata tungkud = tongkat.
Pakaian guhanga (kepala adat)
bullet
Baju salu' pris berwarna polos bebas menurut selera pemakainya.
bullet
Celana biasa sama dengan warna baju.
bullet
Memakai kain pomerus pada pinggang.
bullet
Ikat kepala bercabang bila menhadiri upacara kebesaran, miaslnya menjemput tamu agung, atau pada penobatan raja, sedang bentuk biasa bila menghadiri upacara di desa atau waktu menyelesaikan maskawin.
Pakaian pesta untuk petani pria
bullet
Bentuk baju dan celana sama dengan pakaian guhanga.
bullet
Ikat kepala biasa tidak bercabang.
bullet
Tidak memakai Pomerus.
Pakaian pesta untuk petani wanita
bullet
Warna baju bebas menurut selera.
bullet
Baju salu' panjangnya sampai dibawah lutut.
bullet
Selendang biasa.
bullet
Kain pelekat biasa.
bullet
Pada pergelangan tangan searusnya ada gelang dari tiram yang disebut bolusu.
Pakaian kerja petani pria
bullet
Baju tidak berlengan yang disebut paka' dari kain tenunan asli namun kini diganti dengan kain strep yang sejenis dengan motif tenunan asli.
bullet
Celana batik dasar hitam yang banyak persamaan motifnya dengan motif tenunan asli.
bullet
Ikat kepala bentuk biasa tenunan asli tapi kini sudah diganti dengan batik.
Pakaian kerja petani wanita
bullet
Kebaya cit biasa, lengan baju disinsingkan.
bullet
Memakai kudung (aluang) diatas kepala sebagai peindung dari panas matahari.
bullet
Kain pelekat biasanya agak tinggi hingga betis.
bullet
Biasanya ibu-ibu menyandang bakul (kompe') tempat mengisi sirih pinang.
Pakaian nelayan pria
Sama dengan pakaian petani pria, tetapi memakai toyung (tolu). Pendududk asli yang tinggal di pedalaman, pokok pencaharian utama adalah bertani, berburu, sedangkan yang tinggal di pesisisr pantai adalah nelayan.
Pakaian wanita bukan pengantin
bullet
Baju salu' warna polos bebas, pada lengan baju kiri dan kanan berkancing 5 sampai 7 buah.
bullet
Kain pelekat biasa atau pelekat songket.
bullet
Memakai selendang (aluang).
bullet
Bagi yang mampu dapat memakai gelang emas atau perak (pateda) atau gelang dari lokan (bolusu).
Pakaian pengantin pria
bullet
Baju baniang warna menurut selera pemakai.
bullet
Celana biasa sama warna dengan baju.
bullet
Ikat kepala pengantin dari golongan bangsawan atau putra seorang pejabat boleh bercabang satu atau dua menurut tingkatannya. Bila rakyat biasa, ikat kepala biasa.
bullet
Memakai kain pelekat songket untuk pomerus.
bullet
Memmakai keris pada pinggang kiri, terutama putra pejabat atau golongan bangsawan.
Pakaian pengantin wanita
bullet
Baju salu' warna menurut selera pemakai.
bullet
Memakai kain pelekat songket.
bullet
Pada dada terdapat hiasan dari kain beledu atatu jenis kain yang baik dengan hiasan emas yang disebut hamunsei. Diatas hamunsei terdapat madapung, berbentuk seperti dasi dengan hiasan-hiasan permata intan, berlian atau lain-lain yang bernilai.
bullet
Pada dahi dibuat hiasan yang disebuat lokis.
bullet
Pada rambut dibubuh sejenis mahkta (hiasan sisir).
bullet
Pada sanggul terdapat sunting emas yang biasanya bermotif burung.
bullet
Pada lengan terdapat hiasan gelang emas atau perak yang disebut pateda.
Pakaian tuitan (barisan penghormatan atau barisan pengawal raja)
bullet
Baju warna putih.
bullet
Celana bermotif Libod yang bunganya seolah-olah melingkari kaki. Karena yang asli tidak ada lagi, maka diganti dengan motif yang hampir sejenis, yaitu batik biasa.
bullet
Ikat kepala biasa bermotif sama dengan celana.
bullet
Tangan kanan memegang tombak yang disebut tungkudon dan tangan kiri memegang prisai sebagai alat penangkis yang disebut : Kaleaw.
Pakaian kabung
bullet
Pria : bentuk baju degan pakaian adat yang lain, warna hitam. Celana batik dasar hitam yang banyak persamaan motifnya dengan motif tenunan asli. Ikat kepala bentuk biasa tenunan asli, tetapi kini diganti dengan batik.
bullet
Wanita : kebaya warna hitam bentuk biasa. Kian batik dasar hitam, memakai selendang putih.
Beberapa catatan tentang pakaian adat :
bullet
Ikat kepala raja ujungnya dibuat sepert bentuk tanduk sapi hutan (bantong).
bullet
Ikat kepala pimpinan adat atau pimpinan barisan, seperti bentuk tanduk kerbau.
bullet
Ikat kepala pembawa berita (taba) seperti biasa.
bullet
Pimpinan barisan adat atau barisan kehormatan memmakai kain sabe' (pomerus) pada pinggang tempat menyalipkan keris (bengko').
bullet
Selempang (bandang) yang dipakai pria dari pundak kiri ke pingggang kanan menandakan bahwa ia adalah : Orang tua dalam barisan tuitan atau Pengantin pria yang dibawa ke rumah pengantin wanita.
bullet
Salempang dari pundak kanan ke pinggang kiri dipakai oleh taba', yaitu seseorang yang ditugaskan menyampaikan sesuatu dari pihak wanita ke pihak pria.
Pakaian daerah yang di modernisir :
Perancang : Ibu L. Sutrisno-mokoginta dan Ibu Uk. Mokoginta-Mokodompit
Pakaian Kerja :
bullet
Pria : Bentuk baju blouse leher tinggi, lengan baju panjang dengan celana batik yang dijahit sesuai mode sekarang (pantalon).
bullet
Wanita : bentuk kebaya kraag tinggi, lengan baju tiga perempat, memakai coupnaad sesuai pola dasar dan tidak banyak meninggalkan bentuk aslinya. Kain batik dijahit seperti rok untuk memudahkan pemakaiannya.
Pakaian pesta pasere untuk malam
  1. Pria : bentuk seperti biasa, celana pantalon berwarna kuning dan memakai kain sarung untuk pomerus.
  2. Wanita : bentuk kebaya sesuai dengan bentuk tubuh untuk memberi bayangan tentang bentuk tubuh pemakainya. Pakaian jahitan bahu dan coupnaad sesuai konstruksi pola dasar yang lazim digunakan sekarang ini. Tidak pakai gelar dan bentuk kainnya agak ketat. Untuk memudahkan pemakaiannya, maka kainnya dijahit seperti rok.
Pakaian pesta malam
bullet
Pria : warna baju dan celana sama. Bentuk model pantalon, memakai kain sarung pelekat untuk pomerus dan memakai ikat kepala biasa.
bullet
Wanita : kebaya panjang hingga lutut, pakai jahitan bahu dan pakai coupnaad sesuai pola dasar lengan baju panjang dengan kainnya agak ketat.
Baju salu' berkembang-kembang
Kalau baju salu' biasanya effen (polos), maka salu' modern menggunakan kain berkembang-kembang. Bentuk sama dengan bentuk aslinya, perbedaan hanya pada polos dan berkembang-kembang.
Pakaian remaja I
bullet
Pria : bentuk baju seperti biasa, celana disesuaikan dengan mode, lebar pada bagian bawah dan memakai pomerus.
bullet
Wanita : baju salu' yang bentuknya sesuai dengan bentuk tubuh, panjangnya hingga lutut dan memakai coupnaad. Kalau bentuk asli, belahan lehernya hanya 8 cm dari kraag, maka yang modern belahan baju hingga 45 cm dari kraag untuk memudahkan pemakaiannya, apalagi karena sanggul-sanggul modern sekarang ini cukup besar. Salu'nya memakai kancing yang jumlahnya ganjil. Sedangkan kain tetap menggunakan kain sarung pelekat.
Pakaian remaja II
bullet
Pria : baju dan celana berkembang-kembang. Bentuk baju seperti biasa, celana potongannya menurut mode yaitu pantalon.
bullet
Wanita : bentuk pakainnya tidak banyak perbedaan dengan asli. Ukuran agak besar, menggunakan kain yang tembus pandang, sehingga tubuh pemakainya samar-samar nampak dari luar. Pada pinggir bawah dibuat hiasan, kainnya dijahit seperti rok dan agak ketat.
Adat kebiasaan Leluhur dahulu kala
(menurut catatan bapak Amun M.Jambo, budayawan dari Desa Matali).

Perkenalan Muda-Mudi
Seorang pemuda yang telah berkenalan (menaruh cinta kepada seorang gadis), bila kembali dari perantauan atau dari kunjungan ke suatu tempat lain, biasanya kembali membawa sesuatu untuk kekasihnya seperti buah-buahan dan sebagainya. Gadis yang mengetahui, bahwa pemuda pujaannya telah kembali, biasanya mengadakan suatu jenis permainan yang lazim disebut : morudak. Gadis tersebut menyediakan serbuk wangi (bubuk). Pada malam hari, bersama dengan bebrapa kawannya, gadis tersebut membawa pedupaan (kokuitan) berisi bara api menuju rumah sang pemuda. Di sana mereka masuk kolong rumah, memperhatikan tempat duduk orang tua pemuda pujaannya, lalu membakar serbuk wangi-wangian. Bila baunya tercium oleh tuan rumah, diketahuilah bahwa gadis pujaan pemuda di rumah itu sedang mengadakan acara (permainan) morudak di kolong rumah. Pada saat itulah pemuda di rumah itulah pemuda memainkan kantung atau rababo membawakan lagu untuk gadis pujaannya yang sedang morudak. Orang tua menyambutnya dengan meminta agar jari manis gadis itu dikeluarkan melalui lubang lantai yang sudah disediakan. Pada jari manis itu biasanya dimasukkan cincin oleh orang tua. Dmeikian juga buah-buahan atau pemberian lain diberikan kepada sang gadis melalui lubang lantai itu.
Pada saat sedang diadakan morudak, tidak diperkenan siapapun mengintip tempat gadis itu. Bila kedapatan, akan dipersalahkan oleh adat dan harus membayar denda (momogoi) yang amat berat.
Keesokan harinya si gadis akan menyuguhkan air kopi kepada sang pemuda. Pada saat itulah akan diketahui oleh orang tua, siapakah gadis yang menjadi kekasih anak mereka. Bila gadis itu berkenan di hati orang tua dan bila disetujui oleh orang tua pihak gadis, maka keduanya akan dipertunangkan untuk kemudian memasuki jenjang perkawinan.

Peristiwa gunung babo’
Pada saat peristiwa antara Mokoapa dan Pinomuku putra dan putri raja ke-2 Yayubangkai dengan isterinya Silagondo yang berdiam di gunung Babo’ (dekat desa Buntalo’ dan Maelang sekarang), terjadilah bencana alam. Sebenarnya perkawinan kedua kakak beradik itu tidak disengaja, karena Pinomuku yang telah lama meninggalkan kedua orang tuanya, bertemu dengan Mokoapa di tempat lain, ketika Mokoapa pergi berburu. Pinomuku yang menyentuh tanpa sengaja alat tenun (gogabolan) ibunya Silagondo, dipukul oleh ibunya di kepala hingga luka. Itulah sebabnya Pinomuku lari. Kemudian, ketika ia telah menjadi gadis, bertemu dengan Mokoapa yang jatuh hati kepadanya, sehingga keduanya menikah. Pada saat Silagondo mencari kutu menantunya Pinomuku, dilihatnya bekas luka di kepala Pinomuku. Ketika itu diketahuinyalah bahwa Pinomuku adlah anak kandungnya, adiknya Mokoapa. Terjadilah bencana alam, hujan turun terus menerus selama 40 hari disertai kilat dan guntur serta badai yang dahsyat sehingga putuslah gunung Babo’ dan terjadilah pulau Gogabola’ (gogabolan = tempat menenun). Kedua kakak beradik yang menyebabkan bencana itu dimasukkan ke dalam lukah besar (bubu’ moloben) lalu dibuang ke laut, sampai bencana alam pun reda.

Pergaulan Muda mudi
bullet
Muda mudi yang berkenalan atau pacaran, walaupun sudah saling memberi kenangan untuk disimpan bila tidak jadi menikah, belum dikenakan sanksi adat.
bullet
Pertunangan yang belum diketahui orang tua kepala adat dan kepala desa, bila tidak jadi menikah, belum dikenakan sanksi adat.
bullet
Pertunangan yang sudah disaksikan oleh kepala adat atau kepala desa, bila salahsatu pihak membatalkan pernikahan, pihak yang membatalkan itu dikenakan sanksi, yaitu separuh tali’ (maskawin) yang sudah ditetapkan, diserahkan kepada pihak yang dirugikan bersama kepala adat. Denda seperti itu disebut : monuntun kon tobotak.
bullet
Barang siapa yang membawa mulut dan mefitnah tanpa bukti, ia harus membayar denda (momogoi) kepada pihak yang dirugikan. Denda itu dibayarkan kepada yang berhak sambil memberikan seperlunya kepada kepala adat yang menyidangkan.
bullet
Jika seorang pria yang mencium wanita tanpa izin, harus momogoi kepada pihak yang dicium bila ia keberatan, karena melanggar adat. Denda itu diterima oleh orang tua si wanita dan kepala adat yang menyidangkan.
bullet
Jika seorang pria mengadakan kokap (raba) kepada wanita, bila wanita keberatan, si pria harus momogoi kepada pihak wanita untuk memulihkan perasaan pihak yang dirugikan.
bullet
Seorang pria yang menghamili wanita yang bukan isterinya, harus dikawinkan dengan wanita itu, bila si lelaki belum beristeri. Bila sudah beristeri, ia harus membayar denda kepada keluarga pihak wanita.
bullet
Pria yang menghamilkan saudara kandungnya, diberi hukuman berat. Dahulu keduanya dimasukkan ke dalam bubu besar, lalu dibuang ke laut agar tidak menimbulakn bencana alam. Kini peristiwa seperti itu dihukum penjara.
Pergaulan Umum
bullet
Seorang ayah yang menghamili anak kandungnya ditanam dalam tanah setengah badan bersama anak yang dihamilinya, lalu dilempari batu hingga mati.
bullet
Peracun (mongonggaing) yang terbukti perbuatannya, ditanam dalam tanah setengah badan lalu dibakar hingga mati.
bullet
Domok, yaitu mengkap seorang wanita dalam rumah untuk menggagahinya, dikenakan denda bobogoi biasa. Domok yang dilakukan pada saat wanita sedang mandi di sungai tempat umum, dihukum denda (bobogoi) atau keduanya dikawinkan bila masing-masing masih jejaka.
bullet
Seorang isteri yang kedapatan tidur dengan pria lain yang bukan suaminya, dikenakan denda berat karena berzinah (nokitualing). Dendanya berupa tali’ (maskawin) sesuai yang ditetapkan oleh adat. Denda itu dibayarkan kepada suami atau keluarga pihak suami dan kepala adat.
bullet
Seorang isteri yang dibawa lari oleh pria yang bukan suaminya, disebut : tualing tangag (zinah lari). Pria yang melarikannya harus membayar denda (bobogoi) : butung in ata siow kopulu’ im pangkoinya, yaitu : sebuah kaki tembaga sebagai pohon (pangkoi), sehelai sikayu hijau sebagai dahan (tanga) dan sembilan piring antik sebagai daun. Juga setiap sungai yang dilalui dihitung, dengan denda sebuah piring antik bernilai satu ringgit untuk setiap sungai.
bullet
Seseorang yang membawa mulut atau menghina orang lain, bila yang dihina berkeberatan, si pembawa mulut harus membayar denda (momogoi) kepada orang tua-tua desa atau kepala adat yang menyidangkan hal itu.
bullet
Seseorang yang mengadakan keributan dalam desa harus "mogompat kon lipu’", yaitu membayar denda untuk desa yang diterima oleh penguasa adat.
bullet
Seseorang yang mencaci maki orang lain tanpa diketahui kesalahannya, bila yang dicaci berkeberatan, maka si pencaci harus membayar denda, karena indoi’on (tidak dibenarkan) oleh pihak yang dirugikan. Denda itu sebagian untuk penguasa adat, sebagian untuk orang yang dicaci.
bullet
Bila seorang anak melukai anak orang lain, ia harus membayar jaminan kepada anak yang dilukai, dengan istilah : bobodan (pengobat luka).
bullet
Pantang bagi seseorang untuk mengambil kembali sesuatu yang sudah diberikan kepada orang lain karena akan mokobungkoit (menyebabkan bencana kecil).
Hubungan Kekeluargaan
bullet
Setiap orang tua tidak dibenarkan menyumpahi anak, karena akan medatangkan bencana bagi anak (mokopoat)
bullet
Seorang anak tidak boleh mengucapkan kata yang dapat menyinggung perasaan orang tua, karena mokobutung (menyebabkan anak tidak hidup bahagia di hari kemudian). Juga seorang adik tidak boleh menyinggung perasaan kakaknya.
Pantangan
bullet
Pantang bagi seseorang untuk memastikan akan terjadinya sesuatu, walaupun peristiwa itu belum terjadi (motakabur).
bullet
Pantang bagi seorang anak memotong kuku pada waktu matahari akan terbenam selama kedua orang tuanya masih hidup.
bullet
Pantang bagi seorang anak meletakkan kedua tangannya di atas kepala (mongokulu) agar kedua orang tuanya tetap lanjut usia.
bullet
Di rumah seorang ibu yang sedang mengandung tidak boleh orang duduk di tangga.
bullet
Di hutan atau tempat-tempat tertentu, tidak boleh mengucapkan walio (togoulit), karena akan menimbulkan amarah roh leluhur, menyebabkan anak itu jatuh sakit atau mengalami musibah lain.
bullet
Suami yang isterinya baru melahirkan, belum boleh mengerjakan pekerjaan berat karena akan berpengaruh bagi kesehatan bayi.
bullet
Ibu yang baru melahirkan belum boleh mengerjakan yang berat-berat sebelum genap 40 hari melahirkan.
bullet
Suami yang isterinya sedang mengandung, enggan menyembelih hewan.
Kepercayaan Lama
Beberapa kepercayaan lama yang tercatat disini adalah kepercayaan para leuhur masa lampau, yang pada masa kini tidak lagi menjadi perhatian orang terutama bagi setiap umat beragama, karena segala sesuatu hanya boleh terjadi karena kekuasaan Tuhan Yang Maha Kuasa.

bullet
Rencana keberangkatan harus dibatalkan, bila tiba-tiba terdengar bunyi cecak didepan, agar terhindar dari bahaya.
bullet
Perjalanan ditangguhkan, bila tiba-tiba orang bersin, agar terhindar dari halangan.
bullet
Perjalanan dihentikan sejenak, bila ular hitam atau biawak melintasi jalan.
bullet
Turunnya hujan panas menandakan ada orang yang akan menjanda atau menduda.
bullet
Akan menerima uang bila telapak tangan kiri bergerak. Akan mengeluarkan uang bila telapak tangan kanan bergerak.
bullet
Akan kedatangan tamu bila ada kupu-kupu masuk rumah.
bullet
Akan turun hujan lebat bila memandikan kucing.
bullet
Akan melihat orang baru bila kelopak mata bergerak.
bullet
Akan menerima berita buruk bila kelopak mata kiri bergerak.
bullet
Sedang disebut-sebut orang bila tergigit lidah waktu makan.
Hubungan Suami Isteri
Seorang suami dapat menceraikan isterinya, bila :
bullet
Si isteri berpenyakit menular
bullet
Si isteri kedapatan berzinah
bullet
Si isteri ternyata masih bersuami

Kesimpulan
Pancasila bukanlah suatu yang baru bagi masyarakat Bolaang Mongondow. Sejak zaman purba, nilai-nilai Pancasila sudah terkandung dalam kehidupan sosial budaya masyarakat, yang meliputi berbagai aspek kehidupannya dan masih tetap terpelihara sampai kini, dengan contoh antara alin :
bullet
Sila I : sejak zaman purba penduduk telah mengenal adanya suatu kuasa di atas segala yang yang berkuasa. Mereka percaya bahwa segala sesuatu di bumi ini ada pencipta dan pemiliknya. Bila masyarakat hendak merombak hutan untuk diperkebuni, maka para tonawat mengadakan suatu upacara untuk memohon izin Ompu Duata (Yang Maha Kuasa) agar mereka terhindar dari bencana dan berhasil dalam usaha pertaniannya.
bullet
Sila II : Keluhuran budi pekerti anggota masyarakat dibuktikan dalam tutur kata, pembawaan, tingkah laku, tindak tanduk dalam kehidupan sehari-hari. Mereka tidak melakukan hal-hal yang dapat mengganggu ketertiban pribadi seseorang, tidak menyakiti hati orang lain, tidak mengambil milik orang lain secara semena-mena, tidak membunuh (kecuali dalam perang), suka menolong orang yang berkekurangan atau yang hidup mederita, karena cinta sesama manusia.
bullet
Sila III : Walaupun kelompok masyarakat terpencar-pencar ke segala penjuru tempat karena kepentingan mencari nafkah hidup, namun mereka tetap merasa satu keluarga besar (dalam satu kekeluargaan) bahkan setiap gangguan dari luar dihadapi bersama. Tiap kelompok masyarakat memilih pimpinan penjaga keamanan (umpung pongayow = hulubalang) dan memiliki semacam pasukan keamanan. Pada saat Belanda mencoba mencampuri urusan pemerintahan (awal abad 20), timbul pemberontakan terhadap Belanda dipimpin Hatibi Dibo Mokoagow dan sangadi Eman, karena tidak ingin dijajah dan tetap mempertahankan kemerdekaan.
bullet
Sila IV : setiap rencana kegiatan besar atau kecil selalu diawali dengan musyawarah oleh para pimpinan, tokoh adat, bogani, tonawat, guhanga, unsur pimpinan masyarakat yang lain guna mendapatkan kesepakatan, karena apa yang hendak mereka kerjakan adalah untuk kepentingan umum, kepentingan bersama demi kesejahteraan seluruh anggota masyarakat. Bahkan dalam pemerintahan kerajaan sebelum adanya pengaruh luar, raja tidak boleh berlaku sewenang-wenang tetapi selalu memintakan pendapat para pembantunya dan unsur pimpinan masyarakat yang lain (semacam dewan penasehat raja).
bullet
Sila V : semua pekerjaan dikerjakan atau diselesaikan dengan rasa tanggung jawab yang besar untuk kesejahteraan setiap anggota masyarakat menuju kehidupan yang lebih baik (meningkatkan taraf hidup setiap anggota masyarakat) melalui pogogutat, tonggolipu’, dan posad atau mokidulu.
Penutup
Setelah Indonesia merdeka dan pancasila sebagai hasil galian dari kebudayaan bangsa yang luhur dijadikan sebagai satu-satunya dasar kehidupan seluruh rakyat Indonesia tercinta ini, maka nilai-nilai luhur yang terkandung dalam kehidupan sosial budaya bangsa, telah lebih dimantapkan untuk dilestarikan dan diwariskan kepada generasi penerus perjuangan dan pembangunan. Maka rakyat Bolaang Mongondow sebagai bagian dari bangsa Indonesia yang bermukim di salahsatu wilayah Indonesia di Sulawesi Utara turut menyumbangkan unsur-unsur kebudayaan yang bernilai luhur sebagai warisan dari para leluhur.Perlu kiranya ditambahkan bahwa beberapa upacara adat yang pernah dimiliki oleh masyarakat Bolaang Mongondow, kini tidak diadakan lagi karena dianggap sudah bertentangan dengan norma-norma keagamaan. Namun ada beberapa upacara adat yang kiranya dapat menarik wisatawan domestik dan mancanegara untuk berkunjung ke daerah ini, antara lain :
bullet
Aimbu, yaitu sejenis upacara yang dilakukan dengan menyanyikan lagu-lagu tradisional dengan gerakan tertentu pada pelaksanaan pesta keluarga seperti pada pelaksanaan acara tobok (melubangi cuping telinga anak gadis), acara le’ad (meratakan gigi gadis), acara ponondeaga’an (=inisiasi = pengalihan status remaja ke status pemuda dalam memasuki jenjang perkawinan). Oleh sebab itu maka lirik lagu aimbu disesuaikan dengan jenis upacara yang diadakan. Acara aimbu diadakan semalam suntuk beberapa malam berturut-turut, mulai 3 malam sampai 40 malam, berdasarkan kemampuan keluarga yang menyelenggarakannya.
bullet
Morudak, sejenis permainan rakyat terutama antara muda-mudi yang biasanya diadakan bila musim buah-buahan melimpah (lihat perkenalan muda mudi).
 
Beberapa upacara adat yang dianggap tidak sesuai lagi dengan keadaan pada masa pembangunan sekarang ini, karena telah bertentangan dengan norma-norma keagamaan, tidak dapat dilanjutkan pelaksanaanya, misalnya :
Monibi, yaitu upacara pengobatan kampung yang diadakan sekali dalam setahun. Seluruh anggota masyarakat turut terlibat dalamnya. Upacara monibi ini diadakan untuk menolak berbagai macam penyakit mewabah, atau menghindarkan bencana yang bakal menimpa penduduk. Upacara monibi terakhir diadakan pada tahun 1939 di desa Kotobangon (tempat kedudukan istana raja) dan di desa Matali (tempat pemakaman raja dan keturunannya).
Monayuk, yaitu upacara pengobatan yang mulai diadakan sejak kelahiran Mokodoludut yang sakit-sakitan sejak kecil.
Mongalang, yaitu upacara pada saat kematian raja atau keluarganya. Pada saat seperti itu dilagukan dete-dete, yaitu lagu duka.
Momolapag
, yaitu upacara penyembahan kepada roh leluhur dengan menyediakan sajian bagi yang disembah.

Sumberdata
bullet
Catatan sebagai hasil wawancara dengan beberapa tokoh budayawan Bolaang Mongondow antara lain : Bapak J.W.Manoppo, mantan Wedana Mongondow, Bapak S.A. Sugeha, mantan Ass. Wedana Kotabunan, Bapak K.C. Mokoginta, mantan Ass. Wedana Passi.
bullet
Beberapa catatan dari : Bapak M.A. Sugeha, mantan pengacara hukum, Bapak Amun Jambo, budayawan dari desa Matali.
bullet
Hasil percakapan dengan bapak D. Lomban, guru, budayawan, sekaligus sebagai mantan pamong praja.
bullet
Hasil percakapan tanggal 15 Pebruari 1977 dengan bapak B. Gilalom, budayawan dari desa Poyowa besar.
bullet
Over de Vorsten van Bolaang Mongondow (W. Dunnebier).
bullet
Beschrijving van het adatrecht in Bolaang Mongondow (R.P.Notosoesanto).
bullet
Sejarah pendidikan daerah Sulawesi Utara (Drs. L. Th.Manus dan kawan-kawan 1980).
bullet
Sejarah perkembangan Kotamobagu sebagai Ibukota Kabupaten Bolaang Mongondow (Drs. L.Th. Manus dan kawan-kawan 1978).
bullet
Pengalaman selama menjadi kepala kantor pembinaan kebudayaan Kabupaten Bolaang Mongondow (1963-1975).