Jumat, 26 November 2010

Dumoga di Mata Manuaba


Dumoga di Mata Manuaba

Ida Bagus Ngurah Manuaba, dari namanya saja akan terlihat bahwa tokoh kita kali ini bukan orang Bolaang Mongondow secara biologis, bahkan ukan orang Sulawesi Utara. Memang beliau berasal dari pulau wisata, Bali.
Tokoh kita ini lahir pada 5 Oktober 1954 di Tabanan, Bali. Dari namanya, Ida Bagus Ngurah, akan terbaca bahwa dia merupakan putra bangsawan. SD dan SMP dia tamatkan di Bali, kemudian dia ke Manado dan meneruskan sekolah di KPAA Negeri Manado. Tamatan Fakultas Hukum Universitas Samratulangi ini baru masuk ke Bolaang Mongondow pada tahun 1990.
Walau jelas dari pulau wisata yang berada jauh diseberang sana namun namanya harum di tanah para Bogani ini, terutama di ibu kota ke-Punu’-an awal, Dumoga. Agak aneh memang mengingat Dumoga cukup beragam sehingga siapa pun yang terterima di sini berarti terterima oleh keberagaman. Dan Pak Ida, demikian masyarakat Dumoga biasa memanggilnya, dapat di terima di tanahnya Mokodoludut ini. Apa resepnya?
“Sebenarnya tidak ada resep khusus. Semua alami saja dengan membaur dalam masyarakat tanpa melihat status sosialnya,” kata beliau dengan logat yang masih beraroma pulau wisata.
Memang suami Rita Mokoagow ini sejak awal jadi abdi Negara telah ditempatkan di Dumoga. Keberadan isterinya jelas cukup mendukung mengingat ibu Rita punya keluarga besar di Dumoga, terutama di Doloduo dan Pusian, serta masih punya hubungan darah dengan anggota DPD RI, Drs. Servius Lomban, dan Ketua Komisi IX DPR RI, Dra. Yasti Soeprodojo Mokoagow. Namun bukan sekadar itu yang membuat Papa Eka mendapat tempat dihati masyarakat Dumoga tapi juga karena kemampuan beliau bergaul dan menyelami kehidupan masyarakat. Kemampuan alaminya ini yang membuat dia bisa diterima dimanapun dia sempat singgah, termasuk Lolayan dimana dia sempat menjadi Sekcam.
Papa Eka, demikian panggilan lain Pak Ida, mengawali karir PNSnya dengan menjadi Polisi Pamong Praja yang kemudian menjadi Mantri di kantor camat Dumoga pada tahun 1992. Pada tahun 1995 dia menjadi Sekcam Lolayan, kemudian diterik ke Pemkab Bolmong. Di Pemkab, dia sempat menjadi PLH Kadis PU Bolmong, namun kemudian dikembalikan ke wilayah dengan menjadi Camat Dumoga Utara.
“Memang menjadi Camat merupakan penurunan eselon karena eselon saya yang tadinya II B kembali menjadi III A. Yang berarti penurunan tunjangan pula,” katanya bergurau dan tertawa. “Tapi itu perintah atasan yang harus saya laksanakan dan saya memang senang karena saya dapat kembali membaur dengan masyarakat,” lanjutnya.
Saat menjadi Camat, identitas Dumoga dia perjelas. Dia membangun tugu petani di pertigaan Mopuya. Tugu yang cukup unik mengingat patung pak taninya memanggil pacul ditangan kiri dan tangan kanannya mengendalikan traktor dan berada di atas altar yang bersegi lima.
“Saya memimpikan petani Dumoga itu menjadi petani modern, sehingga selain memegang cangkul yang merupakan symbol petani, dia juga memegang traktor. Selain itu, petani Dumoga hendaknya selalu mengingat Tuhan karena semua yang kita dapatkan ini merupakan karunia Tuhan. Itu yang saya simbolkan dari landasar yang bersegi lima mengingat keragaman agama di Dumoga,” jelasnya.
Namun Papa Eka tak hanya bergerak dalam symbol, tapi dia melakukan usaha yang ril terkait dengan symbol tersebut. Usahanya ini membuahkan hasil. Penghargaan sebagai Camat Berprestasi Dibidang Pembangunan Pertanian tingkat Bolmong dia dapatkan pada tahun 2008, kemudian Camat Berprestasi Dalam Menunjang Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan tingkat Provinsi tahun 2009.
Dumoga memang telah dijadikan sentra padi Sulawesi Utara, bahkan sentra tanaman pangan Sulawesi Utara-Gorontalo. Namun pasar komoditi justru dimiliki daerah lain baik pedagang pengumpul yang masih berpusat di Manado atau Makasar, serta yang jauh lebih besar dimiliki Gorontalo dengan pasar eksportnya.
“Memang ini masalah lain. Agar income petani lebih meningkat dan kita mendapat tambahan PAD yang signifikan disektor pertanian, sebaiknya pasar kita yang mengendalikan atau setidaknya pasar di tempat kita atau kita dapat bekerjasama dalam pemasaran dengan pembagian keuntungan yang jelas mengingat Bolmong pada umumnya dan Dumoga pada khususnya merupakan produsen tanaman pangan. Tapi kita ambil hikmahnya saja dengan terus meningkatkan produksi pertanian sehingga kita benar-benar siap ketika pasar kita ambil alih,” kata tokoh yang sangat ramah ini.
Sebagai pejabat yang sangat merakyat dan mengetahui apa yang diinginkan masyarakat, sebenarnya figure pemimpin seperti apa yang diharapkan masyarakat Dumoga?
“Sebenarnya biasa saja. Masyarakat Dumoga itu sudah sangat beragam sehingga diperlukan pemimpin yang bisa berbaur dengan semua. Disamping itu, pemimpinnya juga harus tegas sehingga bisa menjadikan keberagaman ini sebagai rahmat dan dapat mengeliminir konflik,” pungkasnya. (Anuar Syukur)


Riwayat Hidup

Nama : Ida Bagus Ngurah Manuaba, SH
Tempat/tanggal lahir : Tabanan Bali, 5 Oktober 1954
Agama : Islam

Riwayat Pendidikan
-         SDN 3 Tabanan (1967)
-         SMPN 1 Tabanan (1970)
-         KPPA Negeri Manado (1975)
-         Fakultas Hukum Unsrat Manado (1988)

Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan
-         SEPADA (Kotamobagu - 1993)
-         ADUMLA (Kotamobagu - 1998)
-         SPAMA LAN (Manado - 2001)
-         SUSPIM (Cimahi 1995)

Riwayat Jabatan
-         Mantri Polisi Pamong Praja kecamatan Dumoga (1992)
-         Sekwilcam Kecamatan Lolayan (1995)
-         Kasi di Dinas Kebersihan Bolaang Mongondow (1999)
-         Kasi di Dispenda Bolaang Mongondow (2000)
-         Kasubdin di Dispenda Bolaang Mongondow (2001)
-         Kabag TU Dinas PU Bolaang Mongondow (2002)
-         PLH Kadis PU Bolaang Mongondow (2003)
-         Camat Dumoga Utara (2005)
-         PLT Kesbang Linmas Bolaang Mongondow (2009)
-         Staf Ahli Bupati Bolaang Mongondow (Oktober 2010-sekarang)

Penghargaan
  1. Camat Berprestasi Bidang Pembangunan Pertanian (Peringkat 1 kabupaten Bolaang Mongondow) tahun 2008
  2. Camat Berprestasi (Peringkat II Dalam menunjang kegiatan Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kelautan tingkat Provinsi Sulawesi Utara) tahun 2009

Minggu, 10 Oktober 2010

Siswa Teladan yang Butuh Kepedulian


Elisa Zelin Tampoi
Siswa Teladan yang Butuh Kepedulian

Elin dengan pialanya sebagai juara 1 MTQ tingkat Kabupaten
Bolaang Mongondow (bersatu) pada umumnya, Kotamobagu pada khususnya, sebenarnya punya segudang generasi muda yang handal. Di masa yang akan datang, merek ini yang akan menjadi tumpuan harapan dalam membangun daerah kita tercinta. Namun banyak juga yang ditundukan oleh keadaan sehingga mereka berhenti di tengah jalan. Kondisi ekonomi, ini momok yang sangat susah diatasi sendirian oleh generasi muda yang handal ini—dan karena ketidakmampuan mengatasi sehingga memaksa mereka untuk berhenti.
Kami cukup mengenal banyak kawan segenerasi yang mengalami hal ini. Dalam persaingan dari segi kecerdasan, mereka sesungguhnya lebih hebat dari kami. Mereka menjadi bintang sekolah sementara kami bukanlah apa-apa. Mereka bukan kami kalahkan, namun nasib yang mengalahkan mereka. Andai kami diberi fasilitas yang sama, kami yakin kami akan kalah.
Tentu saja kami tak bisa bersorak. Dalam perlombaan ini bukan kami yang menang dan mereka yang terhenti ditengah jalan adalah pihak yang kalah. Justru kita semua yang kalah, terutama daerah. Seharusnya mereka bisa memberi sumbangsi yang lebih pada daerah seandainya mereka tidak terhenti. Namun, sekarang mereka bukan apa-apa lagi sementara kami tak bisa memberikan lebih untuk daerah ini.
Terhentinya mereka yang berpikiran cemerlang membuat kita semua menderita kekalahan. Karena itu, ini tak boleh terulang pada generasi sekarang.
Elisa Zelin Tampoi adalah satu dari sedikit generasi muda yang handal dan bisa menjadi andalan di masa yang akan datang. Putri Poyowa Kecil kelahiran 5 Maret 1995 ini telah mengukir begitu banyak prestasi diusianya yang masih dini. Walau berasal dari keluarga yang sederhana namun juara sekolah selalu di tangannya. Saat menjadi siswa SDN 1 Poyowa Kecil, minimal dia juara 2. Selama 3 tahun di Madrasah Tsanawiyah (MTs) Kotamobagu, dia selalu mendapat juara pertama.  Saat inipun, ketika dia melanjutkan ke Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Kotamobagu, juara umum sudah digenggamannya.
“Insya Allah kalau Allah mengizinkan saya terus sekolah, saya akan berusaha mempertahankan dan meningkatkan nilai saya,” kata siswi kelas 2 jurusan IPA, MAN Kotamobagu ini.
Elin, demikian panggilannya, tak hanya bisa bersaing dengan kawan-kawannya melainkan telah banyak kali mewakili sekolah untuk bersaing ditingkat Kabupaten/Kota sampai Provinsi. Dan hasilnya luar biasa.
Pada bulan Juli 2008, bersama teman-temannya di MTsN Kotamobagu dia mendapat juara 2 Senam Santri pada Pekan Olahraga dan Seni antar Pondok Pesantren Daerah (Pospeda) tingkat Provinsi Sulawesi Utara. Pada bulan Agustus 2008 dia mendapatkan juara 1 dalam cabang fisika dan biologi di olimpiade Matematika, Fisika, Biologi (Mafikib) tingkat kabupaten Bolaang Mongondow. Pada olimpiader Mafikib tingkat Provinsi dia juga tetap mempertahankan juara 1 untuk cabang fisika dan biologi. Kemudian dia mengukiti lomba Siswa Teladan tingkat Provinsi di MAN Model Manado. Saat lomba MTQ, dia mendapat juara pertama untuk cabang Fahmi Quran (cerdas cermat al-Quran) tingkat Kabupaten Bolaang Mongondow dan juara 2 MTQ tingkat Provinsi Sulawesi Utara.
Generasi muda yang luar biasa. Sayangnya Elin tak tertunjang dengan kondisi ekonomi keluarga.
“Kami sesungguhnya sudah menyerah. Namun melihat prestasi dan keinginan anak, ya kami berusaha sebisa kami. Tapi kami berpesan padanya agar dia tidak iri melihat kawan-kawannya dan kalau kami memang sudah tidak mampu lagi maka sebaiknya dia berpikir yang arif dan bijaksana sehingga bisa menerima,” kata H. Paputungan, ibunda Elin.
Ayahanda Elin, M. S Tampoy, yang hanya buruh tani. Ibundanya hanya ibu rumah tangga. Keadaan ini memang tak cukup memberi fasilitas bagi pemenang berbagai lomba ini untuk dapat menggapai cita-citanya. Bahkan bisa saja keadaan mengharuskan dia berhenti di tengah jalan. Padahal, bagi anak muda secerdas Elin, 6 tahun adalah waktu yang lama untuk menggapai sarjana dihitung sejak dia kelas 2 sekarang. Dan kami meyakini dia akan menjadi sarjana yang mumpuni dan bisa mengabdikan diri pada negeri.
“Walau kekurangan namun aku ingin memperlihatkan apa yang mampu aku lakukan. Aku berharap dengan apa yang mampu kulakukan ini bisa membantuku menggapai cita-cita,” kata Elin.
Dia berencana, dengan berbagai prestasinya, dia akan mengurus berbagai beasiswa yang tersedia. Namun ternyata tidak mudah. Bahkan ada beberapa lomba yang diikutinya dan dia menangkan belum ada ditangan padahal itu merupakan bukti dari prestasinya.
“Bagi kami, sertifikat itu sangat penting karena merupakan bukti prestasi anak kami. Lagi pula, mungkin saja sertifikat itu bisa membantu sekolahnya. Namun ketika ditanyakan ke sekolah, katanya sertifikat itu masih di Depag dan akan diantar kalau sudah diberikan ke sekolah. Kami sungkan untuk terus menanyakan karena takut disangka tidak percaya pada sekolah. Mungkin bagaimana sebaiknya kami bersikap?” tanya Ibunda Elin.
Padanya, kami mengatakan semoga pihak terkait bisa memperhatikan setelah membaca tulisan ini karena kami tak bisa berbuat lebih selain menuliskan.
Agar tidak terganggu belajarnya, saat ini Elin tinggal di rumah kakak perempuannya yang baru bisa memberikan tempat baginya untuk belajar dengan tenang namun belum bisa memberikan bantuan lebih.
Elin terus berusaha membuktikan diri dengan mengukir prestasi sampai kondisi yang ada memang mengharuskan dia untuk berhenti berkarya. Pada titik ini, pada semangat yang terpancar dari jiwa muda ini, pada prestasi yang memang terbukti, pada kemungkinan semua ini akan sirnah karena kondisi ekonomi yang tak memberi kesempatan baginya, kami terpanggil.
Namun kami hanya mampu menuliskan. Pada pembaca dan pengambil kebijakan kami harapkan uluran tangan. Bukan sekadar untuk seorang Eliza Zelin Tampoy melainkan untuk menyelamatkan generasi muda potensial yang Insya Allah akan berguna di masa yang akan datang. Uluran tangan pada generasi muda seperti Elin Insya Allah merupakan investasi yang tidak akan merugikan.
Telah banyak sumberdaya manusia potensial yang terabaikan pada generasi terdahulu, termasuk teman-teman digenerasi kami. Saat ini mereka tak bisa memberikan lebih. Semoga pada generasi Zelin ini tidak terjadi. (Anuar Syukur)

Selasa, 21 September 2010

Wisata Pantai Modisi



Pengelolaan Wisata Pantai Modisi
Dari Warga untuk Warga

Tempatnya sesungguhnya sudah tak asing bagi warga sekitar, juga bagi mereka yang sering ke Pinolosian, Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan, mengingat berada tepat di pinggir jalan yang menghubungkan Bolaang Mongondow Selatan dan Bolaang Mongondow Timur. Namun ditangan Rivai Paputungan, tempat inipun disulap menjadi tempat wisata yang cukup menghibur masyarakat.
“Saya melihat pantai Modisi ini cukup berpeluang mengingat warga kampung-kampung di kecamatan Pinolosian berasal dari Kotamobagu sehingga setiap hari raya biasanya yang dari Kotamobagu mengunjungi sanak saudaranya di sini, menikmati panorama laut, serta kuliner laut. Pantai Modisi ini biasanya jadi tempat persinggahan mereka untuk melepaskan lelah. Dari sinilah kemudian muncul ide untuk mencoba menghiasi tempat ini sehingga dapat menjadi tempat kunjungan wisata yang indah,” kata Rivai.
Maka sejak tiga tahun lalu, bersama warga pedukuhan Modisi, Desa Nunuk, dia pun mulai membangun. Rumah makan, tempat jualan, tempat duduk yang tradisional pun dibangun. Perahu-perahupun didatangkan atau dipinjam. Dibangun trotoar ramah lingkungan yang mengelilingi pantai. Hutan bakau yang merupakan hutam mangrove dipelihara.
“Alhamdulillah, keberadaan pantai Modisi cepat diketahui orang berkat mereka yang mengunjungi sanak saudara mereka di Pinolosian. Sehingga ketika lebaran di tahun pertama tempat ini dibuka, bukan hanya masyarakat Bolaang Mongondow Selatan yang datang maupun mereka yang punya sanak saudara di sini yang mampir, tapi ada juga yang memang datang memang untuk menikmati keindahan pantai Modisi,” tutur Rivai.
Sulhan, seorang warga Bolaang Mongondow Timur yang datang bersama rombongan tiga mobil, mengakui bahwa pantai Modisi memang mempunyai keistimewaan tersendiri.
“Modisi telah ditata, tapi kealamian tempatnya tetap dijaga. Pohon kelapa tetap menaungi pinggiran pantai, juga hutan bakau. Kalau kita mengelilingi tanjung Modisi, akan kita dapatkan keindahan yang luar biasa,” katanya.
Ketika kami mampir di pantai ini, jam sudah menunjukan pukul 16.30 Wita. Pengunjung sudah banyak yang pulang, namun antrian kendaraan masih meluber sampai di jalan. Pengunjung saat itu memang luar biasa membludak, kendaraan yang diparkir di jalan di sisi kiri-kanan pantai. Hari itu merupakan hari ketujuh lebaran (H +7), merupakan hari terakhir pantai Modisi dibuka untuk mereka yang ingin merayakan lebaran di pantai.
“Kepada panitia harap jangan dulu pulang sebab kita akan mengadakan evaluasi dan perhitungan-perhitungan setelah pengunjung bubar.”
Demikian teriak Rivai melalui pengeras suara yang membuat kami kaget. Mengapa ada panitia? Apakah akan ada hukuman-hukuman bagi panitia yang tidak taat aturan ketika evaluasi dilakukan?
Ternyata kami salah. Dan di sinilah sisi lain yang menarik dari pantai Modisi ini.
Ketika dibuka untuk memperingati suatu event besar, seperti hari raya dan hari minggu, biasanya akan dibentuk kepanitiaan yang terdiri dari orang-orang di pedukuhan Modisi. Kepanitiaan akan melakukan evaluasi dan dievent berikutnya akan diganti jika ada yang menghendaki. Menurut Rivai, pergiliran ini memang perlu dilakukan mengingat pembenahan pantai Modisi telah mengikutsertakan masyarakat.
“Panitia berhak atas lima puluh persen dari keuntungan, karena itu pergiliran perlu dilakukan agar mereka yang ingin terlibat ikut merasakan,” kata Rivai.
50 persen sisa yang dibagi panitia, 10 persen untuk pembangunan masjid di pedukuhan, 10 untuk Rivai Paputungan sebagai pemilik dan 30 persen untuk penambahan sarana dan prasarana.
Pada lebaran tahun ini, dana yang masuk dari penjualan tiket perharinya mencapai 8-10 juta, berarti selama 7 hari pantai Modisi dibuka untuk menyambut hari raya Idil Fitrih dana yang terkumpul mencapai 56-60 juta.
“Insya Allah masjid akan rampung dengan adanya dana ini, kedepannya kemungkinan kita akan bersiap membangun balai desa atau fasilitas umum lainnya karena kita berharap pedukuhan akan menjadi desa. Dari dana ini juga kita akan menambah fasilitas pantai wisata Modisi seperti alat selam dan lainnya. Tak jauh dari sini, di Tanjung Putri, pesona bawah lautnya tak kalah indahnya dengan tempat lain sehingga kita perlu peralatan untuk menyelam,” ungkapnya bersemangat.
Pada kami, Rivai mengungkap obsesinya untuk menjadikan pantai Modisi tak hanya dikunjungi wisata local dari Bolaang Mongondow Bersatu maupun regional Sulawesi Utara melainkan wisatawan nasional sampai mancanegara. Caranya dengan memperluas hutan bakau sehingga bisa menjadi sarana penelitian, membangun fasilitas out bond, dan masih banyak lagi.
“Kita ingin melakukan banyak hal untuk memperbaiki alam serta menambah fasilitas di wisata pantai Modisi ini, tapi kita terkendala dana. Namun mimpi itu tetap ada dan kita tetap akan berusaha mewujudkannya,” katanya pantang menyerah.
Semangat Rivai yang luar biasa ini mendorong kami bertanya, apakah telah ada sumbangsi dari Dinas Pariwisata. Amir, pengunjung dari Kotamobagu, yang berada di dekat kami menengahi.
“Tolong sampaikan ke pemerintah agar jalan diperbaiki karena banyak yang sudah mendengar pantai Modisi dan ingin ke sini tapi jalan sepanjang Molibagu sampai ke sini banyak yang rusak,” kata Amir.
Kami mengakui perjalanan ke Pinolosian memang cukup berat karena jalan yang rusak membuat Pinolosian seolah tidak tersentuh pembangunan walau di sini banyak yang ingin membangun seperti Rivai Paputungan dan warga Modisi. Namun Rivai hanya tersenyum mendengar pernyataan Amir, dia memilih tak menanggapi melainkan hanya menjawab pertanyaan kami.
“Sampai sekarang belum ada bantuan dari Dinas terkait, namun bagi saya itu bukan kendala. Sepanjang warga pedukuhan Modisi tetap sejalan untuk memperbaiki pantai wisata Modisi ini, Insya Allah apa yang kita cita-citakan akan tercapai,” pungkasnya.
Sebuah usaha mandiri yang luar biasa dari warga yang ingin berpartisipasi dalam pembangunan, terutama pembangunan daerahnya. (Anuar Syukur)

Pantai Modisi





Minggu, 12 September 2010

Laporan Penyaluran Zakat LAZ Totabuan

Ketersediaan Zakat LAZ Totabuan



1
H.Lexsy Mamonto, SH,MH
1.000.000
2
H.Gunadi Ak.Mangkusbroto Mokoagow
1.500.000
3
H.Aria Sukmah Malah, ST
1.250.000
4
H.Salman Tungkagi,SH
1.000.000
5
Drs.H.Djelantik Mokodompit
300.000
6
Drs.Herry Mamonto
500.000
7
Muliadi Mokodompit
250.000
8
M.N.Awalludin Asjhar Makalalag
200.000
9
H.Achmad Marendes, MBA
250.000
10
Tonny Paputungan
250.000
11
dr.Abdul Hanan Korompot
300.000
12
Hemly Yambo, ST
200.000
13
Fitriyani Mokodompit,SE
100.000
14
Kerjasama LPM
7.900.000
15
Kerjasama dengan Yayasan Hidayatullah
4.100.000
16
Dr. Willy Manoppo
500.000
17
Infaq Hamba Allah
10.000


19.610.000














































Laporan Penyaluran Zakat Fitrah dan Zakat Mal LAZ Totabuan di Bolaang Mongondow
 Penyaluran dilakukan oleh tim yang terdiri dari Yayasan Totabuan Kotamobagu dan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Bolmong. Disalurkan di Panti Asuhan Pononiungan, Pondok Posantren Hidayatullah Mongkonai, masjid mualaf Bombanon dan 16 orang individu yang berada di Bolaang Mongondow dan Kotamobagu.

Berikut laporan keuangannya.
 
Ketersidaan Zakat




1
Hi. Arya Sukma Malah, ST



1.250.000
2
Pengiriman Jakarta 1



2.800.000
3
Pengiriman Jakarta 2



3.100.000
4
Pengiriman jakarta 3



100.000
5
Dikirim melalui On Makalalag



200.000
6
Infaq Hamba Allah



10.000





7.460.000






1
Buka Puasa Bersama di Panti Asuhan "Pononiungan


350.000
2
Pembelian beras 6 karung
6
Karung
385.000
2.310.000
3
Penyaluran individu





Molinow
4
orang
200.000
800.000

Ikuna
5
orang
200.000
1.000.000

Matali
2
orang
200.000
400.000

Tabang
4
orang
200.000
800.000

Tungoi
1
orang
200.000
200.000
4
Bantuan ke masjid Mualaf Bombanon



1.500.000
5
Transportasi



100.000





7.460.000







Sisa Zakat nihil





Keterangan: 1 orang penerima zakat terdaftar dengan sangat terpaksa diganti mengingat waktu

Penyaluran Tunda 
Karena bantuan ini berbentuk bantuan pendidikan maka akan dilakukan ketika siswa-siswi penerima santuan masuk sekolah.
Bantuan Pendidikan 20 anak duafa Rp 5.000.000,-

Penyaluran di Jakarta
1. BUKA PUASA DAN SANTUNAN LANGSUNG 29 ANAK YATIM 4.100.000

Operasional dan Laporan
Keseluruhan operasional dan laporan sejumlah Rp 1.000.000,-
Amil
Amil Jakarta dan Bolaang Mongondow Rp 2.000.000,-

Total Penyaluran Zakat
Total penyaluran zakat di Jakarta dan Bolaang Mongondow : Rp 19.600.000,-

Sisa Zakat
Ketersediaan Zakat - Penyaluran = Sisa Zakat
Rp 19.610.000 - Rp 19.610.000 = 0
SISA ZAKAT NIHIL