Selasa, 21 September 2010

Wisata Pantai Modisi



Pengelolaan Wisata Pantai Modisi
Dari Warga untuk Warga

Tempatnya sesungguhnya sudah tak asing bagi warga sekitar, juga bagi mereka yang sering ke Pinolosian, Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan, mengingat berada tepat di pinggir jalan yang menghubungkan Bolaang Mongondow Selatan dan Bolaang Mongondow Timur. Namun ditangan Rivai Paputungan, tempat inipun disulap menjadi tempat wisata yang cukup menghibur masyarakat.
“Saya melihat pantai Modisi ini cukup berpeluang mengingat warga kampung-kampung di kecamatan Pinolosian berasal dari Kotamobagu sehingga setiap hari raya biasanya yang dari Kotamobagu mengunjungi sanak saudaranya di sini, menikmati panorama laut, serta kuliner laut. Pantai Modisi ini biasanya jadi tempat persinggahan mereka untuk melepaskan lelah. Dari sinilah kemudian muncul ide untuk mencoba menghiasi tempat ini sehingga dapat menjadi tempat kunjungan wisata yang indah,” kata Rivai.
Maka sejak tiga tahun lalu, bersama warga pedukuhan Modisi, Desa Nunuk, dia pun mulai membangun. Rumah makan, tempat jualan, tempat duduk yang tradisional pun dibangun. Perahu-perahupun didatangkan atau dipinjam. Dibangun trotoar ramah lingkungan yang mengelilingi pantai. Hutan bakau yang merupakan hutam mangrove dipelihara.
“Alhamdulillah, keberadaan pantai Modisi cepat diketahui orang berkat mereka yang mengunjungi sanak saudara mereka di Pinolosian. Sehingga ketika lebaran di tahun pertama tempat ini dibuka, bukan hanya masyarakat Bolaang Mongondow Selatan yang datang maupun mereka yang punya sanak saudara di sini yang mampir, tapi ada juga yang memang datang memang untuk menikmati keindahan pantai Modisi,” tutur Rivai.
Sulhan, seorang warga Bolaang Mongondow Timur yang datang bersama rombongan tiga mobil, mengakui bahwa pantai Modisi memang mempunyai keistimewaan tersendiri.
“Modisi telah ditata, tapi kealamian tempatnya tetap dijaga. Pohon kelapa tetap menaungi pinggiran pantai, juga hutan bakau. Kalau kita mengelilingi tanjung Modisi, akan kita dapatkan keindahan yang luar biasa,” katanya.
Ketika kami mampir di pantai ini, jam sudah menunjukan pukul 16.30 Wita. Pengunjung sudah banyak yang pulang, namun antrian kendaraan masih meluber sampai di jalan. Pengunjung saat itu memang luar biasa membludak, kendaraan yang diparkir di jalan di sisi kiri-kanan pantai. Hari itu merupakan hari ketujuh lebaran (H +7), merupakan hari terakhir pantai Modisi dibuka untuk mereka yang ingin merayakan lebaran di pantai.
“Kepada panitia harap jangan dulu pulang sebab kita akan mengadakan evaluasi dan perhitungan-perhitungan setelah pengunjung bubar.”
Demikian teriak Rivai melalui pengeras suara yang membuat kami kaget. Mengapa ada panitia? Apakah akan ada hukuman-hukuman bagi panitia yang tidak taat aturan ketika evaluasi dilakukan?
Ternyata kami salah. Dan di sinilah sisi lain yang menarik dari pantai Modisi ini.
Ketika dibuka untuk memperingati suatu event besar, seperti hari raya dan hari minggu, biasanya akan dibentuk kepanitiaan yang terdiri dari orang-orang di pedukuhan Modisi. Kepanitiaan akan melakukan evaluasi dan dievent berikutnya akan diganti jika ada yang menghendaki. Menurut Rivai, pergiliran ini memang perlu dilakukan mengingat pembenahan pantai Modisi telah mengikutsertakan masyarakat.
“Panitia berhak atas lima puluh persen dari keuntungan, karena itu pergiliran perlu dilakukan agar mereka yang ingin terlibat ikut merasakan,” kata Rivai.
50 persen sisa yang dibagi panitia, 10 persen untuk pembangunan masjid di pedukuhan, 10 untuk Rivai Paputungan sebagai pemilik dan 30 persen untuk penambahan sarana dan prasarana.
Pada lebaran tahun ini, dana yang masuk dari penjualan tiket perharinya mencapai 8-10 juta, berarti selama 7 hari pantai Modisi dibuka untuk menyambut hari raya Idil Fitrih dana yang terkumpul mencapai 56-60 juta.
“Insya Allah masjid akan rampung dengan adanya dana ini, kedepannya kemungkinan kita akan bersiap membangun balai desa atau fasilitas umum lainnya karena kita berharap pedukuhan akan menjadi desa. Dari dana ini juga kita akan menambah fasilitas pantai wisata Modisi seperti alat selam dan lainnya. Tak jauh dari sini, di Tanjung Putri, pesona bawah lautnya tak kalah indahnya dengan tempat lain sehingga kita perlu peralatan untuk menyelam,” ungkapnya bersemangat.
Pada kami, Rivai mengungkap obsesinya untuk menjadikan pantai Modisi tak hanya dikunjungi wisata local dari Bolaang Mongondow Bersatu maupun regional Sulawesi Utara melainkan wisatawan nasional sampai mancanegara. Caranya dengan memperluas hutan bakau sehingga bisa menjadi sarana penelitian, membangun fasilitas out bond, dan masih banyak lagi.
“Kita ingin melakukan banyak hal untuk memperbaiki alam serta menambah fasilitas di wisata pantai Modisi ini, tapi kita terkendala dana. Namun mimpi itu tetap ada dan kita tetap akan berusaha mewujudkannya,” katanya pantang menyerah.
Semangat Rivai yang luar biasa ini mendorong kami bertanya, apakah telah ada sumbangsi dari Dinas Pariwisata. Amir, pengunjung dari Kotamobagu, yang berada di dekat kami menengahi.
“Tolong sampaikan ke pemerintah agar jalan diperbaiki karena banyak yang sudah mendengar pantai Modisi dan ingin ke sini tapi jalan sepanjang Molibagu sampai ke sini banyak yang rusak,” kata Amir.
Kami mengakui perjalanan ke Pinolosian memang cukup berat karena jalan yang rusak membuat Pinolosian seolah tidak tersentuh pembangunan walau di sini banyak yang ingin membangun seperti Rivai Paputungan dan warga Modisi. Namun Rivai hanya tersenyum mendengar pernyataan Amir, dia memilih tak menanggapi melainkan hanya menjawab pertanyaan kami.
“Sampai sekarang belum ada bantuan dari Dinas terkait, namun bagi saya itu bukan kendala. Sepanjang warga pedukuhan Modisi tetap sejalan untuk memperbaiki pantai wisata Modisi ini, Insya Allah apa yang kita cita-citakan akan tercapai,” pungkasnya.
Sebuah usaha mandiri yang luar biasa dari warga yang ingin berpartisipasi dalam pembangunan, terutama pembangunan daerahnya. (Anuar Syukur)

1 komentar: