Minggu, 12 September 2010

Mualaf Bombanon Memprihatinkan


Mualaf Bombanon Memprihatinkan

Mike Turangan, Alex Mongkau, Cecek Wongkau, Rini Sumayow, Cin Sumayow, Ela Tikonuwu, Luki Palilingan, Senly Wowuruntu, Dony Pinat, Bung Momentu, Erol Pakasi, Romy Kembuan. Jelas nama-nama ini sangat asing bagi telinga kami orang Bolaang Mongondow, kami bisa langsung mengidentifikasikan mereka sebagai orang luar Bolaang Mongondow dan bukan muslim. Mungkin saja pemikiran yang sama akan muncul dibenak kaum muslim dimanapun berada mengingat beberapa fam (marga) ini cukup terkenal dijagad berita kita.
Lebaran bersama di rumah Imam Masjid Bombanon, nampak beberapa warga non muslim yang datang berkunjung dan makan di "rumah dinas" imam masjid Bombanon, sebagian saudara mereka telah jadi mualaf
Ternyata kita salah besar. Mereka ini muslim. Memang awalnya mereka bukan muslim seperti kebanyakan kaum muslim yang telah muslim sejak lahir. Mereka ini merupakan bagian dari masyarakat desa Bombanon, Kecamatan Lolayan, Kabupaten Bolaang Mongondow yang mengikrarkan diri masuk Islam dengan membaca kalimat syahadat secara berjamaah akhir 1980-an.
Dengan berbekal tekad, para mualaf mendirikan masjid di atas tanah rawa yang mereka timbun secara bergotong royong. Ditambah bantuan kaum muslimin, masjid itupun jadi pada tahun 1991.
Awalnya, kaum muslimin Bolaang Mongondow memang sangat memperhatikan perkembangan mualaf Bombanon. Bantuanpun mengalir dari berbagai penjuru. Idil Fitrih dan Idil Adha merupakan hari yang penuh berkah bagi mereka. Zakat dan qurban selalu menyapa mereka. Masjidnyapun sering dikunjungi atau disinggahi kaum muslimin.
Namun beberapa tahun belakangan masjid ini seolah dilupakan. Begitu juga jamaahnya yang merupakan para mualaf.
Pada hari pertama Idil Fitrih (1 Syawal 1431 Hijriah/Jumat 10/09/2010), Imam masjid, Djafar Patejenuh menghubungi kami, mengingatkan janji kami untuk bisa ikut merayakan Idil Fitrih di masjid. Kami memang telah berjanji untuk berusaha ke masjid Bombanon setelah sholat Id saat menyertai tim dari Yayasan Totabuan dan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) untuk menyalurkan zakat yang terkumpul di LAZ Totabuan ke masjid ini.
Sangadi Bombanon, Fery Mongkau dan isteri (Suli Masengi) juga menghadiri lebaran bersama di "rumah dinas" imam Bombanon
Walau cuaca mendung—yang pulangnya kami memang terjebak hujan, bersama Sekretaris IMM, Mendhy Erza Paputungan, kami ke sana. Waktu sudah menunjukan puluk 10.25 WITA. Kaum mualaf telah pulang ke rumahnya masing-masing.
Ternyata tak sekadar karena kami telah berjanji yang membuat Imam Masjid mengharapkan kami ke sana. Melainkan ada persoalan yang lebih penting, yaitu zakat dari LAZ Totabuan yang mereka terima.
“Tadi, ketika kita berkumpul di masjid, ada yang bertanya apa tak ada zakat untuk untuk mereka yang mualaf. Saya sempat terpikir zakat yang bapak-ibu berikan pada kami. Tapi saya ragu untuk memberikan pada mereka secara perorangan karena saya ingat Bapak ke sini melihat dan menulis tentang kondisi masjid sehingga saya menduga zakat itu memang untuk perbaikan masjid. Apalagi saya sudah memesan dua truk batu untuk menimbun lobang yang bisa membuat masjid terbawa air,” kata Pak Imam.
Kamipun menjelaskan bahwa zakat tersebut memang diambilkan dari zakat mal yang disalurkan melalui LAZ Totabuan.

Memprihatinkan
Areal masjid yang longsor, dibalik tembok adalah kali yang bisa menghanyutkan masjid jika tidak sempat ditanggulangi
Para mualaf di desa Bombanon memang tidak main-main ketika mengikrarkan ke-Islam-annya dengan membaca kalimat syahadat. Berdirinya masjid sebagai bukti. Namun mereka bukanlah mualaf yang berkelimpahan harta. Kehidupan merekapun tak kalah susah yang membuat mereka harus membanting tulang. Kehidupan masjid, bahkan kondisi masjid, bukannya mereka lupakan walau agak terkesampingkan. Bertani, bahkan bertambang sampai ke Palu-Sulawesi Tengah mereka jalani sehingga aktivitas di masjid jarang mereka ikuti. Tapi mereka belum menyatakan keluar dari muslim/muslimah.
Kondisi jamaah ini yang membuat Imam Masjid Bombanon, Jafar Patejenuh, tak berani menuntut banyak pada jamaah. Mereka ikhlas tinggal di rumah kecil sangat mirip gubug, berdinding papan, berlantai semen kasar, beratap seng yang sangat pendek tanpa plafon sehingga panas membara sangat terasa kala siang.
Imam masjid Bombanon dan isteri (Djafar Patejenuh dan Maimun Arif) didepan masjid
Telah bertahun-tahun Jafar dan isterinya, Maimun Arif, tinggal di sana. Karena berstatus pendatang, selain infaq dari kaum muslimin atau instansi tertentu yang sudah jarang dan jumlahnya kecil, tak jarang mereka meminta uluran tangan saudara-saudaranya di Palopo dan Gorontalo agar bisa bertahan hidup. Mereka sama sekali tak bergantung pada jamaah yang mereka sudah ketahui kondisinya.
Karena itu, pasangan suami-isteri ini sangat berharap kami dapat membantu.
“Kami memohon bantuan Bapak agar kaum muslimin bisa kembali memperhatikan keberadaan kaum muslimin di sini yang kebanyakan memang mualaf. Kami sendiri tak bisa berharap dari jamaah karena kehidupan mereka belum ada yang berkelebihan. Bagaimanapun mereka harus berusaha untuk menghidupi diri mereka sendiri dulu,” kata Pak Imam lagi.
Imam masjid Bombanon dan isteri didepan "rumah dinas"nya yang terlampau sederhana
Beban berat seakan jatuh ke pundak. Bagaimana tidak berat. Bukanlah kami hartawannya, sementara Pak Imam memandang seolah kami malaikat penolongnya. Pada beliau kami hanya sampaikan bahwa kami hanya dapat menyambungkan harapan mereka pada para dermawan-dermawati sehingga mereka berkenan menyalurkan zakat—terutama zakat mal, infaq dan sadaqah ke masjid para mualaf serta jamaahnya ini.
“Kita akan berbagi tugas sesuai profesi masing-masing, Bapak, Ibu. Kami akan menuliskan ini sehingga terinformasi pada para pembaca, sedangkan bapak-ibu mohon berdoa semoga hati mereka terketuk,” hanya itu yang bisa kami katakan dengan sedikit bergurau.
Ya, kami memang hanya sekadar menuliskan, mencoba menginformasikan kepada pembaca yang budiman. Kami hanya mencoba mengetuk pintu hati untuk menzakati, mensadaqahi, menginfaqi mereka dan rumah Allah yang telah mereka bangun berbekal tekad. Barangkali Allah menitipkan sesuatu untuk melalui tangan pembaca yang budiman, untuk disalurkan pada mereka. Semua tergantung pada pembaca yang budiman. (Anuar Syukur)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar