Minggu, 22 Agustus 2010

Masjid Bombanon, Masjid Kaum Mualaf yang Terlantar


Masjid Bombanon, Masjid Kaum Mualaf yang Terlantar

Masjid di Bumbungon-Dumoga, Bolaang Mongondow, Masjid para Mu'alaf

Beberapa warga Bombanon ke hutan di gunung untuk berburu babi, tikus, ular, burung dan lainnya. Namun bukannya buruan yang mereka dapatkan melainkan mereka tersesat. Mereka bingung mencari jalan pulang ke kampung dan mereka tak kunjung menemukan. Mereka hanya berputar-putar di sana. Mereka tak mendengar apa pun selain kesunyian hutan padahal tak jauh dari mereka banyak terdapat perkebunan. Karena kecapekan mereka terduduk. Beberapa jenak, mereka mendengarkan sesuatu yang mengalun dengan indahnya: adzan.
Mereka sudah sering mendengar adzan karena kampung Abak yang berada didekat mereka mayoritas Islam sehingga lima kali dalam sehari adzan berkumandang dari masjidnya. Mereka sering menggerutu karena azan itu. Namun kali ini lain. Mereka terhanyut.
Setelah adzan selesai, mereka seperti tersadar. Mereka pun mencari asal adzan itu. Di tengah ketersesatannya, mereka berharap akan bertemu dengan orang yang sholat. Namun tak ada yang mereka dapatkan. Namun jalan untuk pulang sekarang terbentang.
Kisah ini adalah kisah nyata yang menggegerkan diawal tahun 1990. Bombanon adalah desa di Kecamatan Dumoga, Kabupaten Bolaang Mongondow, yang 100% penduduknya beragama Kristen Protestan. Mungkin mereka tak memusuhi Islam karena mereka sudah lama hidup berdampingan dengan Desa Abak yang 100% penduduknya muslim. Namun tetap saja mereka menganggap Islam agama yang aneh.
Kisah ini merupakan satu dari sekian banyak kisah pembuka pintu hidayah. Karena peristiwa ini 12 keluarga menyatakan diri masuk Islam dan dengan ikhlas serta penuh kesadaran melafalkan kalimat syahadat.
Tempat tinggal Imam Masjid Bumbungon
Pada tahun 1991, dengan penuh jiwa tauhid mereka menimbun rawa dan mendirikan masjid di sana. Perhatian dari saudaranya, kaum muslimin, yang lain cukup besar saat itu sehingga masjid cepat selesai. Mereka meminta imam yang akan membimbing mereka dan bersedia tinggal di rumah kecil di belakang masjid. Djafar Patejenuh bersedia tinggal di sana, sudah 15 tahun dia dan keluarganya berada di sana.
“Awalnya baik, masjid ini sering mendapat bantuan dari amal jariyah kaum muslimin lainnya. Namun seiring waktu, masjid ini seperti terlupakan,” kata Djafar.
Dari tempat dia tinggal, sangat terlihat bahwa Djafar memang agak kekurangan padahal dia sudah bersedia mengabdikan hidupnya di sana. Dia mengatakan, kebutuhan hidupnya hanya dipenuhi oleh jamaah yang sesungguhnya masih kekurangan karena kebanyakan berlatar petani. Bahkan kebanyakan jamaah pria saat ini berada di Palu untuk mengadu nasib dengan mencari emas di sana.
Tapi bukan kehidupannya yang lelaki Bugis Bone ini prihatinkan melainkan kondisi masjid.
Lahan Masjid Yang Tergerus Air, tinggal di tahan tembok
“Masjid ini dibangun diatas rawa yang ditimbun dan berada dipinggir kali. Saat ini air kali mulai menggerogoti tanah masjid, saya takut masjid akan terbawa air kalau tak segera ditanggulangi,” kata Djafar sambil menunjukan tanah masjid yang mulai longsor karena air, hanya tembok yang sudah nampak rapuh yang bisa menahan.
Begitu ke dalam masjid, kesuraman nampak. Masjid ini hanya punya satu al-Quran. Atap masjid sudah bocor.
“Jelas jamaah tak bisa menanggung biaya perbaikannya. Saya sendiri bingung hendak mengadu ke sana karena sudah lama tak ada penyalur zakat, infak, sadaqah atau bantuan lainnya yang berkunjung ke sini,” keluhnya.
Kami yang kebetulan mampir dari perjalanan ke Bolaang Mongondow Selatan, hanya bisa berjanji untuk menuliskan keluh kesah di masjidnya kaum mu’alaf ini. Setelah berdoa bersama semoga ada yang tersentuh hatinya, akupun pulang. (Anuar Syukur)
Tempat Pengimaman, nampak satu2nya al-Quran di masjid ini

4 komentar:

  1. Tragis memang, semoga ada yg tersentuh hatinya

    BalasHapus
  2. Yaa Allah... mengenaskan. Semoga Allah lekas memberikan pertolongan.



    Ida R

    BalasHapus
  3. Mohon diperbarui infonya

    BalasHapus